Analis Ekonom INDEF Bhima Yudhistira, saat diskusi Aktual Forum dengan tema Nasib Perusahaan "Plat Merah" Di Bawah Kebijakan Rini Soemarno di Jakarta, Minggu (13/5/18). Perusahaan BUMN seharusnya bisa menjadi pengerak ekonomi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi. Seperti China, dulu BUMN motornya bibarengi swasta, tapi Indonesia terbalik, dengan segala kelebihan yg terjadi, BUMN kita malah jadi faktor yang memperlambat ekonomi, karena jadi alat kekuasaan dan pengelolaannya tidak professional. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Ekonom asal Institute Development of Economics and Finance (INDEF), Bhima Yudistira menyebut, berbagai proyek infrastruktur yang menjadi program andalan pemerintah justru menjadi masalah ekonomi Indonesia.

Menurutnya, proyek infrastruktur sudah cukup menjadi beban APBN Informasi dalam beberapa tahun terakhir.

Hal ini diungkapkan Bhima dalam diskusi Aktual Forum yang bertajuk “Nasib Perusahaan Pelat Merah di Bawah Kebijakan Rini Soemarno” di Jakarta, Minggu (13/5).

“Bukan kita anti, tapi infrastruktur harus ada multiplier effect. Bukan malah sudah jalan tapi bilang efeknya 5-10 tahun lagi, keburu Indonesia bubar,” beber Bhima.

Menurutnya, terdapat kontradiksi dalam data terkait dampak dari infrastruktur dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Selama tiga tahun proyek infrastruktur berjalan, kata Bhima, pertumbuhan ekonomi justru stagnan di angka 5% saja.

Selain itu, ia juga merujuk pada data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyebutkan bahwa lapangan kerja justru melorot di saat pemerintah gencar menjalankan berbagai macam proyek infrastruktur.

Pada aspek lain, seperti rasio gini atau tingkat ketimpangan, lanjutnya, memang mengalami penurunan. Hanya saja, Bhima menyatakan, penurunan indeks rasio gini di tanah air masih terbilang kecil, belum pada taraf yang memuaskan.

“Kemiskinan ada indeks kedalaman kemiskinan, itu juga semakin dalam kemiskinan kita. Jadi tidak bisa dilihat dari presentase saja,” tegasnya.

“Ini ada apa?” sambung Bhima mempertanyakan.

Tidak hanya itu, ia juga menyebut inkonsistensi pemerintah terkait konsep dan tujuan dari pengadaan proyek infrastruktur. Menurutnya, tujuan dasar dari pengadaan proyek infrastruktur sejatinya untuk menurunkan biaya logistik sehingga akan berdampak pada penurunan harga-harga barang dan pangan di dalam negeri.

“Yang dibangun justru infrastruktur yang tidak nyambung dengan logistik. Misalkan KA cepat Jakarta-Bandung, lalu apa urgensi membangun kereta ke bandara (Soekarno-Hatta)?” terangnya.

Karenanya, konektivitas yang diharapkan akan tercipta dengan proyek infrastruktur ini pun akan semakin sulit tercapai.

“Karena yang dibangun ini pemindahan orang dari titik A ke B, bukan barangnya atau logistik. Jadi infrastruktur yang dibangun ugal-ugalan saja,” pungkasnya.

Reporte: Wildan

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta