Gatot ditahan dalam kasus dugaan suap kepada hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara di Medan. Gatot akan ditahan di Lapas Klas 1 Cipinang.

Jakarta, Aktual.com — Indonesia Corruption Watch (ICW) meminta Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit kinerja penanganan kasus korupsi bantuan sosial Pemerintah Sumatera Utara, yang saat ini ditangani Kejaksaan Agung.

“BPK juga harus mengaudit penanganan kasus korupsi oleh kejaksaan,” kata Wakil Koordinator ICW Agus Sunaryanto di Jakarta, Rabu (28/10).

Dia menyebutkan kasus Bansos Sumut adalah contoh masalah tidak transparannya penanganan kasus korupsi oleh kejaksaan. Sebagaimana disampaikan oleh Evy, istri muda Gubernur Sumut nonaktif Gatot Pujo Nugroho yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dugaan suap penanganan perkara kasus bansos.

Dalam kasus bansos yang ditangani oleh kejaksaan itu, Gatot Pujo Nugroho sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun pasca pertemuan Gatot dengan pengacaranya yang juga petinggi Partai Nasdem, OC Kaligis dan Sekjen Partai Nasdem, Rio Capella status tersangkanya “hilang”.

“Pengusutan dan penetapan tersangka kasus korupsi sangat rentan ‘dimainkan’ oleh penegak hukum jika proses penanganannya tidak transparan,” katanya.

Selain itu, ICW juga meminta BPK untuk mengaudit penanganan perkara korupsi oleh kepolisian. Berdasarkan pemantauan ICW selama 2010-2014 terdapat 2.433 kasus korupsi dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 29,3 triliun yang ditangani oleh Kejaksaan, Kepolisian dan KPK.

Dari total kasus tersebut, 72,9 persen ditangani oleh Kejaksaan dengan kerugian negara Rp 15,5 triliun. Sementara, Kepolisian menangani 22,03 persen atau 536 kasus korupsi senilai Rp 3,2 triliun dan KPK menangani 5,01 persen kasus korupsi atau 122 kasus dengan nilai kerugian negara Rp 11,4 triliun.

Sementara kinerja penanganan kasus korupsi oleh penegak hukum juga tidak menunjukkan perkembangan signifikan. Berdasarkan pemantauan ICW, terdapat 1.223 kasus korupsi senilai Rp 11,0 triliun yang belum jelas perkembangan penanganannya ditiga institusi penegak hukum. Dari total tunggakan kasus tersebut, 70 persen atau 857 dengan kerugian negara Rp 7,7 triliun ditangani Kejaksaan.

304 kasus atau 24,9 persen dengan kerugian negara Rp 1,8 triliun ditangani Kepolisian, dan 54 kasus atau 4,4 persen dengan kerugian negara Rp 1,4 triliun ditangani KPK.

Selain itu, BPK juga menemukan 442 temuan yang memiliki unsur pidana korupsi senilai Rp 43,8 triliun selama periode pemeriksaan 2011-2014. Namun dari total temuan tersebut, sebanyak 64 temuan atau 14,5 persen juga belum ditindaklanjuti oleh penegak hukum. Hal ini menunjukkan bahwa kinerja penegakan hukum kasus korupsi oleh Kejaksaan, Kepolisian dan KPK belum maksimal.

“Oleh karena itu, kami mendesak BPK RI untuk melakukan audit kinerja penegakan hukum tindak pidana korupsi. Hal ini diharapkan mendorong transparansi dan akuntabilitas dalam penegakan hukum kasus korupsi. Audit kinerja diharapkan memberi gambaran kapasitas dan kompetensi instansi penegak hukum dalam menindak kasus korupsi,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu