“Pemberian subsidi BBM untuk nelayan dianggap dapat menghambat WTO dan negara-negara maju. Itu jelas merugikan para petani dan nelayan,” kata dia.

Pusat Data dan Informasi KIARA menyebutkan pencabutan subsidi merupakan bentuk pemiskinan nelayan, dimana 60% biaya produksi nelayan melaut adalah mengakses BBM bersubsidi.

Di sisi lain, kata Susan, keberadaan WTO telah menghilangkan kedaulatan negara, dimana aturan undang-undang negara yang dibangun untuk melindungi masyarakatnya digugat untuk kepentingan korporasi negara maju.

Sebelumnya, pada November 2017 lalu, Indonesia dinyatakan kalah dalam appellate body WTO terkait kasus hortikultura dan produk ternak,. Hal ini disebabkan karena UU No.18 tahun 2012 tentang Pangan dinilai sebagai hambatan (barrier) dalam perdagangan.

Lebih jauh lagi, dijelakannya, UU No 19 tahun 2013 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan yang telah menempatkan peran petani sebagai aktor vital dalam perekonomian bangsa dimana negara harus berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraannya.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid