Jakarta, Aktual.com – Pengamat hukum adminsitrasi Negara dari Undana Kupang Johanes Tubahelan mengatakan, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok harus dinonaktifkan dari jabatan sebagai gubernur karena sudah berstatus terdakwa.
“Kecuali, ada peraturan lain di DKI Jakarta yang mengatur tentang kepala daerah dan wakil kepala daerah,” kata mantan Ketua Ombudsman RI Perwakilan NTT-NTB itu, Kamis (23/2).
Dengan demikian, tidak ada alasan bagi Menteri Dalam Negeri untuk menonaktifkan Ahok dari jabatannya. Berdasarkan Pasal 83 Undang-undang Nomor 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, kepala atau wakil kepala daerah diberhentikan sementara tanpa melalui usulan DPRD, karena didakwa melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara paling singkat lima tahun.
Melakukan tindak pidana korupsi, tindak pidana terorisme, makar, tindak pidana terhadap keamanan negara, dan atau perbuatan lain yang dapat memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Ahok pun saat ini sudah berstatus sebagai terdakwa penodaan agama. Sementara, Kepala Biro Hukum Kemendagri Sigit Pudjianto mengatakan, pihaknya tetap menunggu tuntutan jaksa karena dakwaan Ahok terdiri dari dua pasal, yakni 156 KUHP atau 156 a KUHP.
Pasal 156 KUHP mengatur ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Sementara pasal 156a KUHP mengatur ancaman pidana paling lama lima tahun.
Oleh karena itu, Kemendagri masih menunggu pasal mana yang akan digunakan jaksa dalam tuntutan. “Kalau pasal 156a yang hukumannya lima tahun langsung kami berhentikan sementara. Kami hanya tidak mau gegabah karena nanti bisa dituntut balik,” kata Sigit.
Mengenai permohonan fatwa, Johanes Tuba Helan yang juga dosen pada Fakultas Hukum Undana Kupang itu menegaskan, tidak perlu fatwa karena sudah ada UU 23/2014 yang mengatur tentang kepala daerah dan wakil kepala daerah. [Ant]
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu