Jakarta, Aktual.com — Didasari keterbelakangan pemahaman, sebagian besar masyarakat Indonesia memilih untuk tidak mau peduli apakah negara mau memperhatikan mereka atau tidak. Masyarakat hanya menitip harapan agar anak cucu mereka bisa sekolah dan hidup lebih layak.
“Hal seperti inilah yang hendak menggugah kita untuk tidak larut dalam kealpaan berfikir tentang upaya menemukan jalan pulang, mengembalikan Indonesia kepada cita-cita ideal pendiriannya,” terang Angelo Wake Kako di Aula Gedung IASTH Pascasarjana Universitas Indonesia, Jl Salemba Raya, Jakarta Pusat, Selasa (15/9).
Angelo, penulis buku ‘Bersatu, Menang : Jalan Pembebasan Indonesia’, merasa terdorong nuraninya menyaksikan bagaimana penderitaan warga yang hidup dibawah garis kemiskinan. Salah satunnya mereka yang hidup di Ibukota.
“Mereka terpaksa menuruti ‘garis takdir’ dengan memilih bertahan hidup dilingkungan kumuh, tidur beralaskan tanah dan beratapkan langit serta bermimpikan ketidakpastian,” kata dia.
Realitas ketimpangan sosial menampilkan pesan sekaligus rasa bosan dan frustasi terhadap penyelenggara negara yang terus menjalin keintiman dengan kaum kapitalis. Berbeda dengan yang dialami warga miskin yang beralaskan tanah, mereka beralaskan popularitas kekuasaan dan aroganwi kewenangan.
Kekayaan negara terus-terusan dijawag dengan serakah melalui perilaku korupsi, kolusi dan nepotisme serta bermimpikan perubahan yang hampir pasti nihil terjadi.
Artikel ini ditulis oleh: