Ketua Organisasi Angkutan Darat DIY Agus Adrianto menilai, peraturan gubernur memang diperlukan agar penertiban taksi pelat hitam berbasis online bisa lebih tegas karena selama ini dinilai telah bersaing secara tidak sehat dan memicu merosotnya okupansi taksi konvensional di Yogyakarta.

Selain disebabkan persaingan yang tidak sehat, menurut Agus, saat ini kuota taksi di DIY memang masih dibatasi 1.000 armada reguler dan 50 armada premium sehingga belum memungkinkan untuk dimasuki taksi baru.

Seorang pengemudi Taksi ‘Indera Kelana’, Rudi Kamtono mengatakan sejak dua bulan terakhir, keberadaan taksi online berpelat hitam telah membuat tingkat keterisian penumpang merosot hingga 80-90 persen dari biasanya. Dari biasanya mampu memperoleh pendapatan kotor Rp500-Rp600 ribu per hari, saat ini hanya mampu memperoleh rata-rata Rp150 ribu per hari.

Menurut dia, taksi online berpelat hitam yang selama ini beroperasi di Yogyakarta telah jelas melanggar Permenhub Nomor 32 Tahun 2016. Regulasi itu mewajibkan perusahaan taksi memenuhi ketentuan perusahaan transportasi umum. Mulai dari uji kir, berplat kuning, memiliki bengkel, dan memiliki tempat penyimpanan kendaraan atau pool.

Selain itu, lanjut Rudi, tarif yang dipakai tidak sesuai dengan tarif batas bawah dan batas atas yang selama ini disepakati. “Kami telah melaksanakan semua ketentuan itu, sementara mereka melanggarnya dengan memasang tarif yang mereka tentukan sendiri,” kata dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu