Jakarta, Aktual.com – Memasuki tahun 2016, kebijakan Pemerintahan Joko Widodo- Jusuf Kalla di bidang ekonomi dianggap semakin tidak jelas. Cenderung mengingkari semangat Nawacita seperti yang diungkapkan saat kampanye.

Penilaian itu disampaikan pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Dani Setiawan. Dia berpendapat seperti itu, menanggapi keputusan pemerintah yang kembali menambah utang Rp605,3 triliun di 2016.

Menurut Dani, selain bertentangan dengan prinsip kedaulatan di bidang ekonomi sesuai Nawacita, kebijakan itu diperkirakannya justru bakal membuat perekonomian Indonesia semakin tidak sehat. “Sudah pasti ekonomi kita yang semakin mengandalkan utang akan membuat perekonomian semakin tidak sehat,” kata dia, saat dihubungi Aktual.com dari Jakarta, Minggu (3/1).

Meningkatnya utang, kata dia, tentunya akan berimplikasi pada kebijakan ekonomi pemerintah untuk hanya fokus pada sektor ekonomi yang mampu melunasi utang saja. “Kebijakan ekonomi semakin tidak pro rakyat,” ungkapnya.

Sambung dia, pemerintah yang bergantung pada utang dalam perekonomiannya cenderung akan eksploitatif dalam melakukan kegiatan ekonomi. Pasalnya kegiatan ekonomi yang dilakukan akan diarahkan demi membayar kewajiban dan melunasi utang. “Kegiatan ekonomi yang dilakukan, jenis penerimaan, pasti alokasinya hanya untuk bayar utang,” tuturnya.

Seperti diketahui, pemerintah akan menambah utang sebesar Rp 605,3 triliun pada tahun ini. Porsi paling besar akan dilakukan melalui penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) sampai dengan Rp 532,4 triliun. Kemudian penarikan pinjaman luar negeri non SLA (Subsidiary Loan Agreement) sebesar Rp 69,2 triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp 3,7 triliun.

Artikel ini ditulis oleh: