Jakarta, Aktual.com – Direktur Jenderal Hak Asasi Manusia (HAM) Kementerian Hukum dan HAM RI Dhahana Putra mendorong kolaborasi antar-kementerian lembaga untuk menangani permasalahan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Menurut dia, kolaborasi yang matang diperlukan dari seluruh kementerian dan lembaga terkait untuk memberikan pemahaman yang komprehensif perihal TPPO kepada publik, khususnya mereka yang berpotensi menjadi korban.
“Kami di Direktorat Jenderal HAM melihat adanya urgensi untuk melakukan diseminasi HAM terkait dengan bahaya TPPO isu ini, utamanya bagi adik-adik kita gen Z yang memang akan menghadapi dunia kerja,” tutur Dhahana dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Rabu (17/4).
Dhahana menyampaikan hal itu menanggapi 1.000 lebih mahasiswa dari 33 universitas Indonesia yang menjadi korban TPPO berkedok program magang atau ferien job ke Jerman. Dia menyayangkan kejadian tersebut dan menegaskan TPPO merupakan kejahatan serius terhadap HAM yang dapat merusak martabat dan integritas individu.
“Adik-adik mahasiswa ini tentu berada dalam situasi di mana hak-hak dasar mereka diabaikan. Kami yakin aparat penegak hukum memiliki kepedulian yang sama sehingga dapat menangani persoalan ini dengan baik dan tepat,” ucap Dhahana.
Dhahana mengatakan, Kementerian Hukum dan HAM sejati-nya telah melakukan sejumlah langkah mencegah Pekerja Migran Indonesia (PMI) menjadi korban TPPO. Misalnya, Direktorat Jenderal Imigrasi memperketat pemeriksaan di Tempat Pemeriksaan Imigrasi dan permohonan paspor bagi PMI.
“(Memperketat) proses permohonan paspor bagi PMI melalui profiling pemohon paspor berjenis kelamin wanita berusia antara 17 sampai dengan 45 tahun sebagai upaya dalam mencegah terjadinya TPPO,” jelas dia.
Kementerian Hukum dan HAM, sambung dia, juga mewajibkan pemohon paspor untuk menyertakan penjamin. Nantinya penjamin tersebut akan bertanggung jawab jika ada indikasi perdagangan orang atau pun tindak kejahatan lainnya yang terjadi kepada pemilik paspor.
Selain itu, pemerintah Indonesia merupakan negara pihak dalam Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak-Hak Seluruh Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya. Konvensi tersebut diratifikasi dengan disahkan-nya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2012.
“Ini menunjukkan bahwa pemerintah sejati-nya memiliki komitmen dalam memberikan perlindungan bagi PMI sekaligus menolak terjadinya TPPO,” ujar Dhahana.
Namun demikian, Dhahana mengakui TPPO merupakan persoalan yang tidak sederhana untuk dibenahi. Pasalnya, terdapat pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab memanfaatkan kondisi ekonomi dan psikologis masyarakat menengah ke bawah.
“Dengan iming-iming atau janji mendapatkan penghasilan yang fantastis di luar negeri, tentu tidak sedikit masyarakat menengah ke bawah tergoda jebakan pihak-pihak tidak bertanggung jawab yang pada akhirnya membuat mereka menjadi korban TPPO,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:
Sandi Setyawan