Jakarta, Aktual.com – Bencana alam berupa banjir yang melanda sejumlah wilayah di Sumatera menjadi ujian berat bagi industri asuransi syariah. Lonjakan klaim asuransi terjadi di tengah absennya penetapan status bencana nasional, sehingga perusahaan asuransi jiwa dan asuransi umum harus menanggung beban klaim secara penuh. Kondisi ini berlangsung saat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap asuransi syariah masih relatif rendah.
Peneliti Center for Sharia Economic Development (CSED) INDEF Murniati Mukhlisin, menilai tidak adanya status bencana nasional berdampak langsung pada meningkatnya tekanan klaim asuransi, khususnya pada sektor asuransi umum.
“Kalau banjir ini ditetapkan sebagai bencana nasional, tentu beban asuransi umum tidak sebesar sekarang karena ada peran pemerintah,” ujarnya dalam Diskusi Publik Ekonomi dan Keuangan Syariah INDEF yang digelar secara virtual, Selasa (30/12/2025).
Lonjakan klaim akibat bencana di Sumatera terjadi saat industri asuransi syariah masih menghadapi tantangan rendahnya pangsa pasar. Menurut Murniati, persepsi publik terhadap asuransi syariah yang belum kuat turut menghambat pertumbuhan industri secara optimal.
Kondisi tersebut, lanjutnya, diperparah oleh minimnya pemanfaatan reasuransi sebagai lapisan perlindungan risiko.
“Banyak perusahaan asuransi di Indonesia belum memandang reasuransi sebagai kebutuhan penting dalam skema praasuransi,” kata Murniati.
Ia menambahkan bahwa industri asuransi syariah sejatinya tumbuh secara perlahan namun konsisten. Namun, bencana alam berskala besar seperti banjir di Sumatera dapat dengan cepat menggerus ketahanan keuangan asuransi syariah jika tidak diantisipasi dengan pengelolaan risiko yang matang dan terintegrasi.
Di sisi lain, bencana ini juga menjadi pengingat akan pentingnya pemahaman masyarakat terhadap konsep asuransi syariah.
“Asuransi syariah itu bukan investasi, tetapi ikhtiar ta’awun atau saling melindungi,” tegasnya, seraya menekankan perlunya penguatan literasi dan edukasi publik.
Ke depan, Murniati mendorong penguatan ekosistem asuransi syariah agar lebih siap menghadapi risiko bencana alam. Tanpa perbaikan tata kelola, literasi, serta dukungan regulasi yang memadai, tekanan klaim seperti pada bencana di Sumatera akan terus menjadi ujian berat bagi keberlanjutan industri asuransi syariah.
(Nur Aida Nasution)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi
















