Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta berhadapan dengan tantangan serius terkait buruknya kualitas udara di Ibu Kota. Laporan terbaru dari situs pemantau kualitas udara, IQAir, pada Minggu (13/8/2023), menempatkan Jakarta sebagai kota dengan kualitas udara terburuk di seluruh dunia.
Pengamat Tata Kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Yoga, menegaskan bahwa tindakan tegas harus segera diambil untuk mengatasi situasi ini. Salah satu langkah penting adalah menetapkan status bahaya untuk kondisi udara di Jakarta.
“Kualitas udara yang memburuk dan suhu udara yang ekstrem seharusnya memicu Pemprov DKI Jakarta untuk mengumumkan status bahaya terhadap kesehatan masyarakat,” tegas Nirwono Yoga pada Senin (14/8/2023).
Dalam pandangan Nirwono, kesehatan masyarakat harus menjadi prioritas utama dalam kondisi darurat ini. Ia mengusulkan tiga fokus utama untuk menangani polusi tinggi di Jakarta.
Pertama, Nirwono menganggap penting bagi Pemprov DKI untuk mengembangkan sistem transportasi publik yang terpadu dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam jangka panjang. Selain itu, ia menganjurkan pembatasan kendaraan pribadi menuju pusat kota dan perluasan aturan ganjil-genap di seluruh wilayah Jabodetabek. Menurutnya, kebijakan ini harus berlaku untuk semua jenis kendaraan pribadi, termasuk mobil dan motor dengan berbagai jenis bahan bakar.
“Dengan mengakomodasi semua jenis kendaraan pribadi, baik yang menggunakan BBM fosil maupun listrik,” ujar Nirwono seperti dilansir dari Kompas.com.
Selain itu, untuk meredam kemacetan dan mengurangi polusi udara, Nirwono juga mendorong penerapan sistem jalan berbayar elektronik, perbaikan rekayasa lalu lintas seperti pengaturan satu arah selama jam sibuk, dan penertiban parkir liar serta parkir tepi jalan.
Nirwono juga menyoroti perlunya revitalisasi tata ruang kota di wilayah Jabodetabek dengan memperkenalkan hunian vertikal yang terjangkau. Konsep Pengembangan Berorientasi Transit (Transit Oriented Development/TOD) di titik-titik transportasi massal juga diusulkan untuk mengurangi beban transportasi dan memaksimalkan pemanfaatan fasilitas umum. Ekspansi trotoar dan jalur sepeda juga menjadi langkah penting untuk memfasilitasi transportasi alternatif.
Nirwono menunjukkan bahwa sektor transportasi menjadi penyumbang terbesar polusi udara, mencapai 75 persen. Saat ini, mayoritas penduduk masih mengandalkan kendaraan pribadi, sedangkan penggunaan transportasi publik hanya berkontribusi sebesar 10 persen.
“Oleh karena itu, transformasi sektor transportasi perlu mendapatkan perhatian penuh,” pungkas Nirwono.
Kesimpulannya, Jakarta dihadapkan pada masalah serius terkait kualitas udara yang semakin memburuk. Solusi yang komprehensif dan tegas harus segera diimplementasikan oleh Pemprov DKI untuk melindungi kesehatan masyarakat dan meraih udara yang lebih bersih di masa depan.
Artikel ini ditulis oleh:
Ilyus Alfarizi