“Jika penerimaaan dari Amnesti Pajak dikecualikan, kinerja penerimaan pajak hanya sebesar 8,49% atau Rp578,6 triliun. Kinerja 2017 akan diuji lagi di September 2017, karena faktor amnesti pajak di September 2016 kontribusinya cukup signifikan,” terang dia.

Apalagi untuk kategori Pajak Penghasilan (PPh) non migas, penerimaan sektor ini dalam target RAPBN 2018 adalah yang paling berat untuk dicapai. Target penerimaan PPh non-migas meningkat 29,39% atau sebesar Rp 816,99 triliun dibandingkan proyeksi realisasi penerimaan PPh non-migas tahun 2017.

“Di tahun 2017 sendiri, kami memproyeksikan penerimaan PPh non-migas hanya mencapai Rp631,4 triliun atau 85,07% dari target. Proyeksi ini didasari kinerja penerimaan PPh non-migas tahun 2017 yang lebih rendah dari tiga tahun sebelumnya,” kata dia.

Per-Juli 2017, kata dia, kinerja PPh non-migas hanya sebesar 7,62% (yoy) jauh lebih rendah rata-rata kinerja tiga tahun terakir yaitu 15,15%. Hal ini dipengaruhi belum optimalnya tindak lanjut atas data amnesti pajak karena masih menunggu diterbitkannya Peraturan Pemerintah sebagai pelaksanaan UU.

Namun demikian, agar penerimaan perpajakan bisa tinggi perlu melakukan optimalisasi penerimaan negara dengan pertama, segera menuntaskan revisi UU Perpajakan agar terbangun sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum; kedua, mengefektifkan akses fiskus (pegawai pajak) ke perbankan dan institusi keuangan lainnya berdasarkan Perppu No 1/2017.

Kemudian, ketiga, implementasi IT-based Tax Administration secara menyeluruh, termasuk penerapan Compliance Risk Management; keempat, mengefektifkan kerja sama internasional baik multilateral instrument (MLI) maupun melalui AEoI.

(Reporter: Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka