Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan P Roeslani (kanan) bersama dengan Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perdagangan dan Bulog Benny Soetrisno (kedua kanan) mengecek ketersediaan barang kebutuhan dan komoditas strategis untuk Lebaran di salah satu supermarket di Jakarta, Selasa (14/6). Dalam pengecekan itu Kadin mendukung langkah pemerintah untuk menggelar operasi pasar besar-besaran sebagai solusi jangka pendek untuk menstabilkan harga pangan selama bulan Ramadan hingga Lebaran. ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi target tax amnesty (pengampunan pajak) dari sisi uang tebusan dan dana repatriasi tak akan tercapai.

Pasalnya, angka-angka yang disosorkan itu adalah angka-angka bombastis yang kecil kemungkinannya tak bakal tercapai. Pasalnya dulu, pemerintah saat Menteri Keuangan (Menkeu)-nya Bambang Brodjonegoro keliru dalam mematok target.

“Pak Bambang (Menkeu dulu) melihatnya beda. Capital yang ada di luar negeri, 100 persen miliknya, tanpa melihat lagi neraca. Padahal bisa jadi modal harus dikurangi lagi sama utang perusahaan,” jelas Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Benny Soetrisno, di kantornya, Jakarta, Jumat (23/9).

Apalagi kemudian, kata dia, muncul angka-angka fantastik dari adanya kasus Panama Papers. Padahal jika mau melihat nilai perusahaan, yaitu antara aset dikurangi utang.

“Mestinya jangan hanya melihat dari Panama Papers ya. Panama Papers itu kan menyebutkan perusahan A, B, dan C kapitalnya sekian, padahal kan belum tentu neracanya segitu. Mungkin pertimbangannya di situ,” tutur dia.

Pemerintah sendiri dalam program tax amnesty ini menargetkan uang tebusan sebesar Rp165 triliun sedang dana repatriasi yang sangat diandalkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar Rp1.000 triliun.

Benny melanjutkan, agar proses tax amnesty berjalan cepat, maka mekanisme self assesment memang diperlukan. Kalau objek pajaknya nilainya wajar maka sesuai yang dilaporkan saja. Termasuk soal NJOP.

“Jadi gunakan asas self assesment saja. Seperti aset rumah, sertifikatnya tahun berapa, nomer berapa, nilai berapa, ya udah percaya saja. Deposito juga begitu, berapa nomornya. Kalau masih minta buktinya lagi maka akan kelamaan,” tegas dia.

Benny juga menyorot soal target tax amnesty yang sangat diharapkan Jokowi. Namun sayangnya, aturannnya sendiri masih belum terlalu jelas dan memicu polemik di kalangan pengusaha. Salah satunyabterkait dana repatriasi yang harus di-lock atau dikunci selama tiga tahun.

“Katanya, dana itu dibawa masuk ke bank persepsi dan tidak boleh digunakan selama tiga tahun. Teman-teman di Apindo teriak, tidak logis dong. Kalau uangnya mau dibawa ke sini masabtidak digunakan,” ujarnya.

Karena bisa jadi, dana repatriasi itu bisa saja digunakan untuk melunasi utang atau malah dipakai berbisnis di sini. Tapi karena memang kurang sosialisasi, pihak bank persepsi juga bilang, kalau mau digunakan berdagang atau berbisnis di sini ya hutanglah ke bank itu, uang tersebut dijadikan jaminan.

“Lah kalau begitu, ngapain uangnya dibawa kesini. Lalu, teman-teman Apindo akhirnya melakukan pendekatan, oh tidak apa-apa dong dipakai berdagang. Itu cara bank persepsi saja yang mau ambil untung dari marjin bunga,” papar dia.

Dengan kondisi seperti itu, katanya, membuat target repatriasi sendiri tak akan tercapai. Pihak Kadin justru lebih melihat proyeksi Bank Indonesia (BI) untuk dana repatriasi lebih realistis yaitu Rp560 triliun dibanding Rp1.000 triliun dari pemerintah.

Hingga Jumat (23/9) sore dana tebusan yang sudah masuk sebesar Rp38,3 triliun dari target Rp165 triliun. Sementara dana repatriasi baru mencapai Rp87,6 triliun dari target Rp1.000 triliun.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Eka