Jakarta, Aktual.com – Pemerintah menurunkan tarif ekspor ke Amerika Serikat dari 32 persen menjadi 19 persen melalui kesepakatan awal perjanjian dagang bilateral. Kesepakatan tersebut dicapai dalam pertemuan antara pemerintah Indonesia dan Kantor Dagang Amerika Serikat (United States Trade Representative/USTR) di Washington DC.
Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan pertemuan tersebut merupakan tindak lanjut arahan Presiden untuk mempercepat penyelesaian dokumen Agreement on Reciprocal Tariff (ART).
“Pertemuan berjalan baik dan seluruh isu utama, termasuk aspek strategis dan teknis, telah dibahas secara menyeluruh,” ujar Airlangga dalam konferensi pers daring, Selasa (23/12/2025).
Menurut Airlangga, kedua negara telah mencapai kesepahaman atas substansi perjanjian. Saat ini, proses yang tersisa hanya perapian bahasa hukum sebelum memasuki tahap final.
“Yang tersisa saat ini tinggal perapian bahasa hukum sebelum masuk tahap akhir,” katanya.
Kesepakatan lanjutan juga mencakup jadwal pertemuan teknis pada pekan kedua Januari 2026. Proses legal scrubbing dan clean up dokumen ditargetkan rampung dalam waktu satu pekan agar naskah siap ditandatangani sebelum akhir Januari 2026.
Perjanjian ini melanjutkan kesepakatan para pemimpin kedua negara pada Juli lalu yang menurunkan tarif sekaligus memberikan pengecualian bagi sejumlah produk unggulan Indonesia.
“Produk seperti minyak sawit, kopi, dan kakao mendapat perlakuan khusus yang menguntungkan industri nasional,” ujar Airlangga.
Penurunan tarif tersebut dinilai berdampak langsung terhadap sektor industri dalam negeri, khususnya industri padat karya yang menyerap sekitar lima juta tenaga kerja dan sempat terdampak kebijakan tarif sebelumnya.
Selain penurunan tarif, Indonesia juga berkomitmen membuka akses pasar serta mengatasi hambatan non-tarif bagi Amerika Serikat melalui deregulasi. Airlangga menegaskan perjanjian ini bersifat komersial dan strategis, serta akan ditandatangani langsung oleh Presiden Prabowo Subianto dan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
(Nur Aida Nasution)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka Permadhi

















