Jakarta, Aktual.com – Destinasi prioritas Tanjung Kelayang rupanya tak hanya fokus membangun Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata. Saat ini, tim Pokja Percepatan 10 Bali Baru yang berada di bawah koordinasi Hiramsyah Syambudhi Thaib itu juga tengah mempersiapkan Belitung membangun Kawasan Wisata Geopark berskala internasional yang diakui UNESCO.

Beberapa tokoh geologi seperti Dyah Erowati ITB 81 dan Oman, Ahli Geopark Kepala Museum Geologi Bandung berada di tim ini. Semua persyaratan menjadi UNESCO Global Geopark (UGG)sudah dimiliki Belitung.

“Itu sebabnya Belitong diusulkan menjadi Geopark International,” ujar Larasati, PIC Destinasi Tanjung Kelayang Pokja Percepatan 10 Bali Baru Kemenpar, dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Jumat (14/10).

Gerak cepat pun langsung dilakoni. Pada 2 September 2016 silam, sudah ada MoU antara Bupati Belitong dengan Alumni ITB 81 sebagai inisiator. Dalam perjalanannya, tim Persiapan Geopark didukung Museum Geologi Bandung, Gapabel, SGS, BUMD, Pemkab Belitong dan Pemkab Belitong Timur.

Langkah lainnya yaitu mempresentasikan Geopark Belitung pada Konferensi Internasional UNESCO Global Geopark Network (GGN) di Torquat, Inggris, akhir September 2016. Beragam keragaman fenomena geologi, biologi, dan budaya Belitung dipresentasikan. Semua diperkenalkan. Hasilnya? Desember 2016 nanti, UNESCO memastikan akan ada kunjungan dari salah satu expert geopark/assesor dunia ke Belitung. Dan tahun 2017, diharapkan usulan sudah bisa disampaikan ke tingkat nasional. Setelah itu, tahun 2018 bisa naik ke UNESCO.

“Geopark di Belitung bukan hanya satu Kabupaten saja, tapi seluruh Pulau Belitung. Jadi ke depannya, Belitung bukan hanya Kawasan Ekonomi Khusus, tapi juga akan didorong menjadi Wisata UNESCO Global Geopark (UGG),” kata Laras – sapaan akrab Larasati.

Satu pulau? Apa tidak berlebihan? Luas Pulau Belitung saja sudah mencapai 4.800 km². Bila dibanding Singapura, Pulau Belitung luasnya sudah hampir tujuh kali lebih besar dari Negeri Singa Putih itu. “Memang sangat besar. Itu sebabnya pengelolaannya melibatkan dua Pemerintah Kabupaten (Pemkab), Belitong dan Belitong Timur,” jelas Laras – sapaan akrab Larasati.

Magnetnya? Apalagi kalau bukan batuan granit besar yang tersebar luas di seluruh Pulau Belitung. Mau cari apa? Batuan bertekstur porfiritik? Mineral kuarsa, ortoklas, plagioklas, biotit, dan hornblende? Yang warnanya abu abu berbintik hijau dan hitam? Kehijau hijauan dan kemerah merahan? Batuan beku yang mempunyai kristal kristal kasar? Batuan sedimen khas berupa red sandstones, quartzitic, metamorphosed? Semua ada di Belitung.

Dan fenomena ini, hanya bisa ditemukan di dua tempat di dunia. Pertama Belitung. Satunya lagi kepulauan Seychelles, Afrika Tengah. “Pulau Belitung sudah lengkap. Ada potensi besar di dalamnya. Kalau kita masuk ke dalam jejaring geopark internasional hasilnya pasti luar biasa,” papar Laras.

Tak ingin kehilangan momentum, pada 9 Oktober 2016 tumpengan pun digelar tim Persiapan Geopark dan Pemkab Belitong. Tumpengan itu merupakan tanda dimulainya aktivitas menuju Belitong Geopark.  Dan keesokan harinya, tim Persiapan Geopark langsung memaparkan program dan rencana kerja kepada Pemkab Belitong dan Pemkab Belitong Timur.

“Geopark itu prinsip dasarnya adalah bottom up, harus tumbuh dari masyarakat. Jadi nanti semua yang terkait ini akan turun ke masyarakat, ke komunitas. Dan pemerintah akan mendukung ini. Ikut mengedukasi. Bahkan dalam rangkaian Festival Belitong, tim akan mengisi booth science untuk mulai sosialisasi geopark,” ujar Laras.

Menpar Arief Yahya concern dengan Belitung, karena sudah ditetapkan menjadi KEK Pariwisata di Tanjung Kelayang. Tidak lama lagi airportnya juga akan naik status menjadi international airport. Segala hal yang terkait dengan persyaratan teknis menuju status internasional itu terus dikebut. “Akses menjadi titik paling krusial karena wisman belum bisa direct flight dari Singapore, Malaysia dan kota-kota lain di dunia,” papar Arief Yahya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka