Jakarta, Aktual.com – Para petani tebu yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) meminta pemerintah untuk segera membenahi tata niaga pergulaan dalam negeri, karena kebijakan yang ada saat ini dinilai merugikan para petani.
Ketua Dewan Pembina APTRI Arum Sabil mengatakan bahwa pihaknya meminta Presiden Joko Widodo untuk mengambil langkah intervensi terkait regulasi pergulaan nasional. APTRI mencatat ada beberapa langkah yang bisa diambil oleh pemerintah.
“Langkah instruksi harus dilakukan oleh Presiden Joko Widodo kepada Menteri Perdagangan,” kata Arum, dalam keterangan tertulis yang diterima, Minggu.
Beberapa langkah yang menjadi catatan APTRI adalah, gula kristal putih yang berasal dari gula mentah impor, diminta untuk dihentikan peredarannya. Penghentian tersebut hingga gula milik petani tebu, pabrik gula, dan Bulog terserap oleh pasar.
Kemudian, perlunya penertiban terkait dengan tata niaga gula kristal rafinasi, dan memberikan sanksi hukum kepada para pelaku usaha yang terbukti melanggar ketentuan dengan memperjualbelikan gula tersebut yang tidak sesuai dengan peruntukannya.
“Selain itu, jangan ada diskriminasi untuk pembelian gula milik petani, yang gula tersebut digiling pihak swasta ataupun BUMN,” kata Arum.
Untuk itu, ia pun mengatakan banwa APTRI telah mengirim surat langsung ke Presiden Joko Widodo terkait tata niaga gula yang tidak benar agar pemerintah segera intervensi untuk memperbaikinya.
Catatan lainnya adalah, terkait dengan pemberian izin impor gula mentah yang berdasar penilaian APTRI terindikasi ada permainan dan konspirasi. APTRI meminta dan mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera melakukan penyelidikan terkait hal tersebut.
Para petani tebu mengeluhkan adanya impor gula mentah yang dinilai terlalu banyak. Para petani tebu tersebut menilai bahwa potensi impor gula mentah bisa mencapai tujuh juta ton, yang jika diolah menjadi GKR atau GKP, setara dengan 6,65 juta ton.
Sementara itu, produksi gula nasional mencapai 2,3 juta ton. Sehingga, potensi stok yang ada diperkirakan mencapai 8,95 juta ton. Namun, kebutuhan gula di Indonesia baik untuk konsumsi dan industri diperkirakan hanya sebesar 5,2 juta ton, dan akan terjadi surplus sebesar 3,75 juta ton.
Berdasar catatan, harga rata-rata gula nasional pada laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional (PIHPS) sebesar Rp12.350 per kilogram. Harga tersebut sesungguhnya jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan rata-rata harga gula internasional periode 2012-2017 yang berkisar pada angka Rp4.294 per kilogram hingga Rp5.668 per kilogram.
Ant
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta