Jakarta, Aktual.com – Center off Energy and Resources Indonesia (CERI) mengatakan kehadiran perusahaan Singapore Keppel Ofshore dan Marine pada 15 Agustus 2017 dikantor Kementerian Kordinator Kemaritiman menandakan buruknya tata kelola migas nasional.

Pertemuan yang disambut secara langsung oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Luhut Binsar Panjaitan dan didampingin oleh Dirjen Migas serta Direktur PLN itu dalam rangka tawar menawar penjualan gas oleh Keppel Ofshore dan Marine untuk memasok kebutuhan pembangkit nasional.

“Melakukan impor dengan alasan harga gas produksi dalam negeri terlalu mahal, ini terkesan Pak Luhut Binsar sudah tidak percaya lagi dengan kemampuan Menteri ESDM dan Menteri BUMN dalam hal kemampuan menyediakan harga gas murah untuk kebutuhan PLN dan industri lainnya,” kata Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, Senin (28/8).

Padahal lanjut Yusri, pada Rakor di kantor Menko Perekonomian November 2016 yang dihadiri dari Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, Kementerian Perindustrian, SKK Migas , Pertamina dan PGN telah dianalisa dan disimpulkan solusi langkah langkah dihulu dan hilir agar harga gas dihulu lebih murah USD 6 per MMBTU.

Di sisi lain yang menjadi prihatin dan mengherankan bahwa Indonesia yang memiliki ladang gas namun mengimpor gas dari negara Singapura yang tidak memiliki ladag gas sama sekali.

“Sudah puluhan tahun kebutuhan gas untuk industri dan rumah tangga Singapura disuplai Indonesia dari lapangan Grissik Sumsel dan Natuna lewat pipa bawah laut, anehnya lagi perusahaan Keppel Offshore and Marine ini bergeraknya dibidang pelabuhan, galangan kapal dan ajungan lepas pantai, dan perusahaan tersebut sepengetahuan saya belum pernah punya rekam jejaknya dalam dunia perdagangan gas dan tidak ada terlibat ikut sebagai participacing interest di blok migas diseluruh dunia, serta tidak pernah tercatat juga sebagai mitra rekanan di ISC Pertamina, tentu kejadian ini agak membingungkan sebahagian pedagang gas internasional dan nasional,” ujar Yusri.

Kemudian untuk sikap PLN berminat atas tawaran Keppel Offshore and Marine bisa sangat benar jika memang harga gas yang didapat lebih murah. Ini tentunya akan menurunkan biaya produksinya dan akhirnya konsumen diuntungkan dengan harga jual listrik yang lebih murah.

Namun yang justru menjadi pertanyaan, Menteri ESDM dan Direksi Pertamina sudah beberapa kali berkunjung Ke Timur Tengah, Iran, Irak, Saudi Arabia dan Qatar untuk merintis pembelian gas secara langsung ke produsennya, namun efektifitas dari kunjungan itu menjadi pertanyaan.

“Saya hanya sedikit khawatir apa mungkin kedatangan perusahaan Singapura ini bisa mengulang cerita lama ketika beberapa hari setelah pelantikan Presiden Jokowi dan Jusuf Kalla, tepatnya tanggal 31 Oktober 2014 kita dihebohkan oleh Perusahaan China Senangol bisa menawarkan minyak mentah murah 25 persen dari harga rata rata dipasar, bahkan saat itu Wapres Anggola Manuel Domingus Vicente datang menjumpai Wapres JK dan menyaksikan tanda tangan MOU antara Pertamina dengan Sonangol EP,” tuturnya.

“Rencana itu tidak jelas ujungnya, bahkan terdengar juga kabar dibalik tawaran harga murah tersebut ternyata motif China Sonangol itu ingin menguasai penuh semua kebutuhan impor minyak mentah dan BBM Pertamina dengan mengkerdilkan fungsi ISC dan Petral , namun setahun kemudian kita mendapat kabar terakhir Mr Sam Pa telah ditangkap oleh penegak hukum negara Tiongkok pada 8 Oktober 2015 atas kasus kejahatannya berdasarkan hasil penyidikan terhadap Gubernur provinsi Fujian yang merupakan pimpinan perusahan minyak BUMN China Sinopec atas kasus korupsi,” ungkap Yusri.

Oleh karena itu, dia berhatap proyek tawaran LNG murah dari Singapura itu tidak berujung pada kerugian nasional dan skenario korupsi.

(Reporter: Dadangsah Dapunta)

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Eka