Direktur CITATA, Yustinus Prastowo memberikan tanggapan pada acara diskusi di Kantor F-PKB, Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (19/4/2016). Diskusi mengurai kontroversi RUU Pengampunan Pajak dengan tema "Tex Amnesty". FOTO: AKTUAL/JUNAIDI MAHBUB

Jakarta, Aktual.com – Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36/2017 tentang Pengenaan Pajak Penghasilan Terhadap Harta Bersih yang dianggap sebagai penghasilan.

Dengan PP ini, maka semua harta yang dimiliki oleh para wajib pajak (WP) harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) pajak. Hal ini dilakukan pemerintah dalam rangka menggenjot penerimaan pajak, mengingat tax amnesty sendiri tak berjalan sukses.

“Kita tahu PP ini memang lanjutan dari UU Pengampunan Pajak. Apalagi program amnesti pajak juga tak berjalan sukses. Padahal dibuat semua orang bisa ikut amnesti, ternyata yang ikut cuma 980 ribu. Tentu dianggap gagal dari potensinya yang banyak,” ungkap pengamat pajak, Yustinus Prastowo di Jakarta, Jumat (22/9).

Cuma sayangnya, PP ini belum apa-apa direspon negatif masyarakat. Sehingga adanya kegaduhan baru.

“Anehnya, pemerintah sendiri belum melakukan mitigasi terlebih dahulu. Sehingga jika tak ada tindakan persuasif dari pemerintah bisa jadi PP ini tak akan sukses,” jelas Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA).

Untuk itu dia berharap pemerintah harus melakukan agar PP ini perlakuan di lapangannya seragam. Karena jika tidak hanya akan menciptakan dispute baru yang implikasinya berujung ketidakpercayaan publik terhadap DJP.

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid