Jakarta, Aktual.com – Kalangan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pengusaha Kecil dan Menengah Indonesia (FK-PKMI) menyebut banyak pasal yang memberatkan dalam UU Nomor 11 tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty).
Bahkan dalam aturan pelaksanaannya, di PMK No 118, para pelaku UMKM pun tetap merasa kebaratan, sehingga PMK ini mesti direvisi jika para pelaku UMKM tertarik untuk mengikuti program pengampunan pajak.
“Di PMK itu terkait dengan cara pengisian formulir, itu sangat memebratkan. Kalau tidak tahu kita bisa terjebak. Kalau pengusaha besar enak karena ada konsultannya,” pinta Ketua FK-PKMI, Arwan Simanjuntak dalam diksusi soal Geger Tax Amnesty di Jakarta, Sabtu (3/9).
Bahkan, FK-PKMI juga menyayangkan isi pasal 8 di UU Tax Amnesty yang juga dirasa memberatkan bagi pelaku UMKM. Karena jika mau ikut tax amnesty, tak hanya harus bayar tebusan, tapi juga wajib bayar tunggakan.
“Saya rasa, saat ini ada skenario untuk memberangus sektor UMKM, demi melindungi para pengusaha besar. Padahal kita semua tahu UMKM ini sudah banyak menciptakan lapangan kerja baru,” cetus dia.
Jadi tunggakan itu, disebutnya, sangat memberatkan para UMKM. Bisa jadi nominal tunggakannya sangat berat, sehingga bukannya melegakan UMKM, malah merugikan.
Jika hal-hal itu direvisi, dia meyakini akan banyak UMKM yang saat ini jumlahnya 57 juta itu akan tertarik mengikuti tax amnesty. Sebab selain jumlahnya besar, minat untuk ikut serta juga besar tidak seperti para pengusaha kakap.
Dia menambahkan, jika UMKM mendeklarasikan asetnya di tax amnesty bisa mencapai Rp2.000 triliun. Sehingga dengan pasti dana tebusan yang masuk pun dapat lebih banyak lagi.
“PMK ini harus segera dirombak. Kalau dirombak, banyak WP UMKM yang kembali untuk mengungkapkan, menebus dan merasa lega. Sebab sekitar 57 juta pelaku UMKM juga akan mengungkap hartanya sebanyak Rp2.000 triliun,” pungkas Arwan.
*Bustomi
Artikel ini ditulis oleh: