Jakarta, Aktual.com – Bank Indonesia (BI) mengakui perilaku-perilaku yang menimbulkan risiko terhadap stabilitas sistem moneter itu terus meningkat. Untuk menekan risiko ini, pihak BI siap mengembangkan sistem yang terintegrasi dalam sebuah sistem yang berbentuk national and regional balance sheet.
Sehingga tak hanya menjaga stabilitas sistem moneter, tapi juga menjaga sistem fiskal nasional, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.
“Alasan khusus dari BI agar terjadi integrasi sistem ini, adalah karena selama ini stabilitas sistem keuangan seolah berjalan terpisah dari program-program yang BI jalankan,” ungkap Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo, di acara seminar nasional di Gedung BI, Jakarta, Rabu (9/11).
Menurut Perry, selama ini stabilitas moneter terlalu lama menimbulkan inkonsistensi terhadap stabilitas sistem keuangan. Sehingga perilaku perbankan yang berisiko terhadap stabilitas sistem moneter juga terus meningkat.
Untuk itu, kata dia, diperlukan data yang terintegrasi untuk melihat siklus ekonomi dan siklus keuangan nasional. Makanya, bauran kebijakan pun penting dilakukan oleh BI dengan melakukan integrasi data dengan pemerintah dan dunia usaha.
“Itulah alasannya, diperlukan suatu sistem yang skupnya national and regional balance sheet sistem keuangan” ujar Perry.
Karena biasanya, krisis yang terjadi itu diawali dari stabilitas harga, moneter dan suku bunga rendah. Makanya, ketika terjadi krisis ekonomi global telah membuka mata senua pihak bahwa stabilitas moneter dan stabilitas harga menjadi dua hal yang tidak bisa terlepas.
“Itu semua bisa menimbulkan risiko sistemik di dalam sektor keuangan. Yang pada akhirnya bisa menimbulkan krisis keuangan,” tandas Perry.
Disebutkan Perry, national and regional balance sheet adalah data statistik neraca yang menggabungkan data baik itu dari perbankan, industri non bank, institusi, pemerintah, dan bank sentral sendiri yang diolah secara terintegrasi.
Data ini tak hanya menggambarkan sektor tertentu, tapi juga terkait kepada sektor lainnya. Sehingga bisa menciptakan sektor yang lebih prudensial.
Selama ini, kata dia, siklus keuangan lebih besar aspeknya dibandingkan siklus ekonomi. Contohnya seperti masalah bubble di sektor properti dengan pertumbuhan kredit yang ternyata saling berpengaruh. Makanya dalam konteks itu, bauran kebijakan BI jadi penting.
“Jadi, bagi bank sentral sangat penting keterkaitan sektor makro dan sektor sistem keuangan tersebut,” jelasnya.
Apalagi memang, manfaat ini tak hanya dirasakan BI, tapi juga analisis sistem ini sangat penting bagi pemerintah, seperti dalam melihat ekspansi pengeluaran modal dari pemerintah itu.
“Nantinya pemerintah dapat menggunakan data tersebut pada pengembangan industri di berbagai sektor. Salah satunya terhadap pengembangan sektor riil,” cetus Perry.
(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka