Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian memberikan keterangan kepada awak media terkait hasil gelar perkara kasus dugaan penistaan agama yang dituduhkan terhadap gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (16/11). Kapolri menyatakan penetapan Basuki Tjahaja Purnama sebagai tersangka kasus penistaan agama murni berdasarkan fakta hukum yang ditemui tim penyelidik. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/foc/16.

Jakarta, Aktual.com – Peneliti Hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Laloa Easter menilai surat telegram Kapolri Jenderal Tito karnavian bahwa para penegak hukum harus memperoleh izin terlebih dahulu saat memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan dan penyitaan, akan menimbulkan ketegangan.

“Jadi jangan sampai telegram ini memicu ketegangan lagi di antara aparat penegak hukum karena kalau yang kami tangkap sendiri dari telegram ini memosisikan seolah-seolah Polri itu berada levelnya di atas aparat penegak hukum lain,” kata Laloa saat konferensi pers di kantor ICW, Jakarta, Senin (19/12).

Padahal, kata dia, dalam konteks penegakan hukum terdapat sifat koordinatif antara para penegak hukum.

“Kalau sifatnya koordinatif itu mengasumsikan bahwa kondisinya setara tidak ada yang lebih tinggi dari Kepolisian, Kejaksaan, dan KPK,” ujarnya.

Misalnya, kata Laloa, manakala anggota Polri terkena perkara hukum, terutama perkara korupsi patut diduga bahwa perkara tersebut menyangkut perorangan dan bukan kelembagaan Polri sehingga kewajiban untuk memperoleh izin Kapolri dalam melakukan pemeriksaan terhadap anggota Polri patut dipertanyakan motivasinya.

“Jadi, ketika ada peraturan yang dikeluarkan kepolisian atau Kapolri yang mengatur bahwa lembaga-lembaga penegak hukum harus minta izin kepada Kapolri, ini mengandaikan suatu hubungan yang sub-ordinat seolah-olah polisi dalam hal ini berada di posisi yang lebih tinggi dibandingkan aparat penegak hukum lain,” ucap Laloa.

Selain itu, kata dia, beredarnya surat telegram itu akan berdampak pada turunnya citra Polri di mata publik yang beberapa waktu lalu sempat meningkat setelah berhasil menindaklanjuti dugaan korupsi yang dilakukan oleh salah satu anggota Polri, AKBP Brotoseno.

Sebelumnya, pada 14 Desember 2016 lalu, Kapolri melalui Kadivpropam Polri mengeluarkan surat telegram dengan Nomor KS/BP-211/XII/2016/DIVPROPAM yang intinya berisi imbauan kepada pada Kapolda, yaitu kewajiban para penegak hukum antara lain KPK, Kejaksaan, dan bahkan Pengadilan untuk memperoleh izin dari Kapolri untuk memanggil anggota Polri, melakukan penggeledahan, penyitaan, dan memasuki lingkungan Markas Komando Polri (Mako Polri).

(Ant)

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby