Jakarta, Aktual.com — Dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir ini, sejumlah perlawanan dan pemberontakan terus terjadi pada kaum Uyghur di Tiongkok. Adapun, perlawanan tersebut rupanya memperoleh dukungan kuat dari pemerintah Tiongkok langsung sebagai bentuk “Perang Melawan Teror” guna melanjutkan kebijakan penindasan yang keras terhadap kaum Muslim Uyghur.
Pemerintah Tiongkok mengklaim, bahwa kaum Muslim Uyghur tersebut menyebarkan ideologi ekstrim yang sifatnya radikal dalam suatu gerakan khusus. Pemerintah Tiongkok pun meyakini bahwa keberadaan kaum Uyghur ini akan “menyebabkan ancaman bagi negara setelah mereka keluar dari Tiongkok dan akan melakukan aksi teror terhadap Tiongkok”.
Oleh sebab itu mengapa mereka tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan. Setiap Muslim (Muslim dan Uyghur Tiongkok, red) dipandang sebagai teroris potensial oleh pemerintah Tiongkok.
Saat ini, kelompok Uyghur saat di lingkungan yang sangat buruk. Beberapa laporan internasional telah menunjukkan bahwa selama beberapa dekade terakhir, puluhan ribu Uyghur telah dipenjara dan dieksekusi di Xinjiang.
Tokoh politik Uighur yang berhasil mewakili Uyghur di Kongres Rakyat Nasional dan berani menyebutkan masalah Uyghur (orang-orang seperti Rebiyaa Kadeer, red), serta aktivis hak asasi manusia yang berani membela Uighur mereka semua dituntut, ditangkap, disiksa, dan mungkin dipenjara selama bertahun-tahun sebelum mereka menerima keputusan yang adil.
Mereka juga diperlakukan secara tidak adil dalam pasar tenaga kerja. Seperti disebutkan sebelumnya, Uyghur tidak diizinkan untuk melakukan perjalanan dan oleh karena itu (hampir) tidak mungkin bagi mereka untuk mendapatkan paspor. Akibatnya, banyak upaya yang dilakukan secara ilegal agar bisa pindah ke Kazakhstan. Haruskah mereka melaporkan penyalahgunaan ini? Mengingat, pada akhirnya mereka pun akan mereka menjadi korban dari polisi, dan penjara risiko. Adapun, Siswa Uyghur di Universitas Xinjiang yang mendukung gerakan kemerdekaan Uyghur tidak diperbolehkan untuk lulus.
Dan, yang terjadi saat ini nyatanya lebih dari sebelumnya. Terlebih situasi anti-Islam yang kuat mendominasi di Tiongkok. Islamophobia sangat disebarkan oleh pemerintah China. Bahkan media China telah menjadi alat penting untuk mengabarkan islamophobia.
Sebagai akibatnya, Uyghur telah menjadi korban dan bahkan menjadi sasaran: sekolah mereka berada di bawah kontrol yang ketat, agenda puasa pada bulan Ramadan tidak berjalan efektif (tahun ini mereka bahkan dipaksa untuk makan dan minum di siang hari), dan rumah-rumah yang dijadikan untuk mempelajari Al Quran segera dirobohkan. Perempuan Uighur yang memakai jilbab atau niqab, serta pria Uyghur dengan jenggotnya pun ditangkap dan disiksa.
Suasana di sekolah-sekolah Cina dipenuhi dengan propaganda anti-agama. Uyghur juga dipaksa untuk menandatangani komitmen yang berisi larangan untuk shalat di rumah sakit pemerintah. Buku-buku agama dan sastra Uighur dilarang dan segera disita.
Ini hanyalah beberapa contoh dari realitas yang menyedihkan dari kelompok Uyghur masih terus larut dalam konflik. Apakah situasi mereka akan menjadi lebih baik atau lebih buruk? hal ini tentunya masih sebuah misteri. (Laporan Reporter Aktual.com: Ludyah Annisah, Sumber: MVslim).
Artikel ini ditulis oleh: