Jakarta, Aktual.co —Perjuangan kemerdekaan merupakan babak sejarah perlawanan rakyat Asia Afrika yang ditandai letusan-letusan revolusi di abad 20 dalam mengusir kolonialisme maupun neo-kolonialisme. Perjuangan yang tiada ampun dalam mempertahankan kemerdekaan pun telah dipertontonkan rakyat Indonesia dalam menentang pendudukan kembali Belanda dan sekutu dalam perang agresi militer pertama dan kedua.
Demikian pula perjuangan Vietnam yang menentang pendudukan imperialisme AS yang berusaha memecah belah negara Vietnam ke kubunya untuk memukul gerakan rakyat yang sedang melawan.Pada saat itu pula,semangat rakyat Afrika Utara dan Aljazair bergelora dalam menentang pendudukan colonial Prancis.
Sejarah perjuangan rakyat yang gilang gemilang ini bertujuan menghapus penghisapan dan penindasan imperialisme, dan sekaligus menjadi semangat mengantarkan dideklarasikannya KAA 1955.
Akan tetapi, dalam perkembangannya semangat anti imperialismeKAA 1955 setahap demi setahap mulai memudar dan berubah tujuan.Negara-negara Asia Afrika yang awalnya mempunyai pemerintahan yang secara gigih melawan imperialisme, berangsur-angsur takluk dan berubah menjadi rezim-rezim boneka imperialisme AS yang nota bene-nya sebagai pemenang perang dunia ke-2. Sehingga menjadi pimpinan imperialisme no.1 di dunia hingga saat ini.
Konsolidasi-konsolidasi KAA mengalami kemandekan, bahkan secara cepat suara perlawanan terhadap imperialism AS semakin hilang. Rezim-rezim Negara Asia Afrika khususnya Indonesia menjadi pemerintahan yang tunduk dan setia pada Imperialisme AS.
Hal ini dapat dinilai pertemuan KAA baru dapat terselenggara lagi pada tahun2005 memperingati 50 tahun KAA yang berbeda tujuan. Dalam pertemuan KAA 2005 menghasilkan NAASP (New Asian-African Strategic Partnership, KerjasamaStrategis Asia-Afrika yang baru).
Akan tetapi, inti pertemuan KAA 2005 lebih menekankan pada aspek kerjasama investasi, keuangan, perdagangan, energi, kesehatan, pertanian, pendidikan yang terintegrasi dengan kepentingan Neo-liberalisme Imperialisme AS. Program NAAPS yang berlandaskan Dasasilahanya kedok KAA untuk menutupi kepentingan imperialisme AS di Negara-negara Asia Afrika khususnya Indonesia.
Program yang dibahas adalah memperlancar bisnis imperialisme AS di Asia Afrika. Ini merupakan bentukpengkhianatan pemerintahan negara-negara Asia-Afrika yang menjadikan KAA sebagai forum kerjasama bagi imperialisme AS dan dulu KAA menentangnya.
Pembahasan KAA 2005 bukan lagi menegakkan kedaulatan dan kemandirian serta upaya perjuangan melawan imperialisme maupun membicarakan kemerdekaan Palestina. Namun pembahasannya adalah upaya bisnis dan invetasi maksimal antara Negara peserta KAA dengan perusahaan TNC/ MNC milik imperialisme, khususnya AS.
Beberapa kerjasama yang menghisap dan menindas imperialisme AS dalam forum KAA 2005 adalah menciptakan iklim bisnis yang nyaman bagi para korporasi internasional untuk melakukan investasi dan pembangunan unit usahanya di negara-negara Asia Afrika.
Kerja sama AA tersebut juga tidak diletakkan berdiri sendiri, tetapi dikaitkan dengan berbagai institusi kerja sama yang sudah ada antara dua benua itu, antara lain Tokyo International Conference on African Development (TICAD), China-Afrika Cooperation Forum (CACF), India-Africa Cooperation, Pusat Kerjasama Teknik Selatan-Selatan yang disponsori Indonesia dan Brunei Darussalam, Vietnam-Africa Business Forum, dan terutama New Partnership for Africa’s Development (NEPAD).
Dimana kerjasama ini hakekatnya adalah milik AS, karena di Negara Asia Afrika pelaku utama pasarnya adalah borjuasi-borjuasi internasional milik imperialisme AS.
Kini, upaya KAA 1955 untuk menjaga kedaulatan negara-negara Asia Afrika dari dominasi imperialisme seakan menjadi sejarah yang tercabik-cabik akibat berubahnya tujuan KAA menjadi skema persekutuan rezim ‘boneka’ negara-negara Asia Afrika dengan tuannya imperialisme AS.
Semangat KAA 1955 semakin terkubur dan sekaligus menjadi lonceng kemiskinan dan penderitaan bagi rakyat negara-negara Asia-Afrika.Rakyat di negeri Asia Afrika justru semakin jauh dari kesejahteraan dan kemandiriannya. Negara Asia-Afrika menjadi sasaran eksploitasi Imperialisme AS baik sumber daya alam maupun manusianya.
Asia Afrika terus menjadi saranan pengerukan kekayaan alam dan terus didorong menyediakan buruh-buruh murah agar dapat menopang tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan milik imperialisme. Juga, berkaitan dengan jumlah pendudukanya yang banyak (75% pendudukdunia), Asia Afrika menjadi pasar yang sangat potensial untuk menjual segala over produksi milik imperialisme AS. Dan saat ini imperialisme AS terus memasifkan Negara Asia Afrika khususnya Indonesiamenjadisasaraninvestasiutamabagiborjuasi-borjuasi internasionalmilikimperialisme AS.
Untuk memastikan dominasi imperialisme AS di Asia Afrika, mereka akan senantiasa menggunakan forum-forum regional seperti KAA untuk mengintervensi dan memaksa kehendaknya melalui rezim-rezim ‘bonekanya’. Saat ini pula bahkan di negeri imperialisme seperti Jepang di Asia, rakyatnya terus-menerus diintimidasi dengan pangkalan militer milik AS di Pulau Okinawa. Hal yang sama juga terjadi di Filipina, ditengah perjuangan rakyat yang semakin hari semakin besar menuntut perbaikan nasib dan perjuangan kemerdekaan sejati, imperialisme AS justru terus gencar melakukan berbagai tindakan militeristik, dengan menempatkan pasukan militernya di Filipina.
Sementara bagian Timur Tengah seperti, Irak, Iran, Palestina, Afganistan, dan masih banyak negara lainnya telah menjadi korban kebrutalan imperialisme AS untuk bisa menjadikan Negara ini sebagai Negara boneka yang setia.
KAA akan diselenggarakan kembali dalam rangka 60 Tahun KAA dan 10 tahun NAAPS. Kegiatan ini dilaksanakan pada 19-23 April di Jakarta dan 24 April 2015 di Bandung.Acara KAA 2015 ini akan diisi dengan pertemuan Senior Official meeting/SOM, pertemuan tingkat Menteridandiakhiripertemuan tingkatKepala Negara/Pemerintahan di Bandung dalam rangka napak tilas 60 tahun KAA dan penguatan 10 Tahun NAAPS.
Pada Pertemuan KAA 2015 mengundang 109 Kepala Negara dan 25 organisasi Internasional. SedangkanTemayang diusung adalah memperkuat kerjasama negara-negaraselatan untuk mendorong kesejahteraan dan kemakmuran dunia.
Pertemuan KAA 2015 akan membicarakan tiga prioritas pembahasan. Pertama yaitu mengenai “Pesan Bandung”, yang pasti hanya akan menjadi sampul menututupi kepentingan imperialisme AS di dalam forum KAA yang diselenggarakan. Kedua, adalah pembahasan mengenai pembaharuan kerjasama antar negara Asia Afrika. Dalam hal ini akan diisi dengan pertemuan para korporasi imperialisme guna membahas bisnis di wilayah Asia Afrika. Dan Ketiga, adalah pembahasan tentang Palestina, yang bertujuan mendorong dukungan publik dan para peserta KAA lainnya untuk mendukung perjuangan kemerdekaan Palestina.
Namun esensinya hingga saat ini dukungan solidaritas atas kemerdekaan Palestina masih juga menjadi isapan jempol belaka dari KepalaNegara-negara Asia Afrika seperti Indonesia. Karena hakekatnya dukungan untuk kemerdekaan Palestina tidak akan sungguh-sungguh pernah diberikan pemerintahan khususnya Indonesia, karena permasalahan Palestina adalah persoalan yang diciptakan oleh tuannya imperialisme AS melalui Israel. Jadi, Indonesia tidak akan pernah membantu sedikit pun kemerdekaan Palestina melawan kekejaman imperialisme AS dan Israel yang mengobarkan perang di Negeri Palestina.
Sementara pada pertemuan KAA 2015 nanti, secara bersama akan diselenggarakannya pertemuan Word Economic Forum di Hotel Shangri-La Jakarta pada 19-21 April , yang akan resmi dibuka oleh Jokowi.
Setidaknya dalam pertemuan ini akan dihadiri 20 negara-negara imperialism mulai dari AS, Tiongkok , Jepang dan lain-lain. Tema yang akan diangkat adalah pendidikan, infrastuktur hingga teknologi. Peserta yang akan hadir pula adalah 650 CEO Manager dari perusahaan korporasi TNC/MNC yang didominasi AS.
Dalam pertemuan ini,Jokowi berharap padaNegara-negara imperialisme dan perusahan-perusahan TNC/MNC yang hadir agarbersediaberinvestasitahuninisebesar 401 Triliun Rupiah mendanaiinfrastuktur. Selain itu investasi di bidang infrastuktur, Jokowi-JK akan melayani memberikan akses investasi yang luas pada imperialisme untuk meningkatkannilaiinvestasinya di bidangpendidikandanteknologi, yang artinya akansemakindikomersilkanataudiliberalisasi.
KegiatanWord Economic Forum initerintegrasidengankegiatan KAA 2015.Maka, semakin jelas bahwasannya KAA bukanlagimenjadiajangmemperkuatNegara-negara Asia Afrikamelawandominasiimperialisme AS yang selamainimenghancurkankedaulatandankemandiriannyaNegara AA. Akantetapisebaliknya, KAA menjadi forum konsolidasi rejim-rejim boneka Asia Afrika yang difasilitasi oleh Jokowi-JK. Tanpa malu-malu juga Jokowi mengkonsultasikan konsep KAA 2015 ini ke New York AS melalui kantor perwakilan KBRI disana.
Untuk menyukseskan agenda KAA 19-24 April, Jokowi-JK melakukan pengamanan yang ekstra untuk menjaga peserta KAA khususnya imperialisme AS. Jokowi melalui Polda metro jaya, bahkan menerbitkan surat edaran untuk melarang bentuk kegiatan semacam Aksi dari masyarakat selama KAA berlangsung. Tidak tanggung-tanggung, apabila masih tetap melakukan aksi maka pihak kepolisian dan TNI tidak segan-segan untuk menindaktegas rakyatnya.
Di Jakarta dalam rangka mengamankan penyelenggaraan KAA, Polisi dan TNI diturunkan sebanyak 4.236 personil. Sedangkan di Bandung sendiri, TNI dan Polisi akan diturunkan sebanyak 3.700 personil dan 33 sniper di beberapa titik. Dari segi pengamanan yang diterapkan oleh Jokowi-JK yang super ketat, tampak sikap anti demokratisnya pemerintah.
Terutama terkait surat edaran yang melarang aksi. Padahal kebebasan menyampaikan pendapat umum adalah HAK masyarakat Indonesia yang diatur UUD 1945 yang tidak dapat diganggu-gugat oleh siapapun.Akan tetapi, Jokowi menunjukkan watak yang fasis untuk membungkam aspirasi dan tuntutan rakyat atas forum KAA yang telah melenceng dari semangat anti Neo-kolonialisme Imperialisme AS. (Rachmad P Panjaitan, Ketum PP Front MahasiswaNasional, 18 April 2015 di Jakarta). Bersambung……………….
Artikel ini ditulis oleh: