Jakarta, Aktual.com – Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI), Fitriyadi Kusuma Djajasasmita, berhasil meraih gelar doktor setelah dirinya berhasil mempertahankan disertasi pada ujian terbuka di FK UI Salemba, Jakarta, Senin (17/).
Fitriyadi meneliti kadar survivin, telomerase dan sitokrom C sebagai prediktor respon terapi radiasi pada pasien karsinoma sel skuamosa serviks stadium IIIB.
Dalam risetnya, Fitriyadi menyebut kanker serviks sebagai kanker yang kerap menyerang kaum perempuan dan terkait erat dengan infeksi virus human papilloma (HPV).
Pada 2008 lalu, WHO menyebut telah ditemukan 528.000 kasus baru kanker serviks dan 10% masuk stadium invasif. Di dunia, sebutnya kanker serviks telah menyebabkan kematian 266.000 perempuan setiap tahunnya. Dari angka itu, 88% diantaranya terjadi di negara berkembang.
“Bahkan, Kementerian Kesehatan memperkirakan kejadian kanker serviks berkisar 100 per 100.000 penduduk,” jelas Fitriyadi.
Fitriyadi menjelaskan, angka kesintasan 5 kanker serviks di RSUPN dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) tahun 2012 adalah 73% pada stadium I, 52% pada stadium II, 31% pada stadium III dan 0% pada stadium IV.
“Angka kematian kanker serviks di Indonesia masih tinggi karena 90% pasien yang datang dengan diagnosis kanker invasif stadium lanjut atau terminal. Sebanyak 66,4% pasien kanker serviks yang datang ke RSCM diterima pada stadium lanjut (IIIB sampai IVB) sehingga pengobatannya sering mengecewakan,” urai Fitriyadi.
Respon terapi radiasi pada pasien kanker serviks stadium lanjut, kata Fitriyadi, bervariasi. Walau dengan faktor klinikopatalogi yang sama seperti stadium, masa tumor, jenis histopatologi, derajat diferensiasi, invaso limfovaskular, reaksi limfosit dan nekrosis.
“Oleh karena itu, dipikirkan faktor prognosis lain seperti apoptosis, telomerase dan sitokrom c,” jelas Fitriyadi.
Penelitian ini, kata Fitriyadi, bertujuan untuk mengetahui peran survivin, telomerase dan sitokrom c sebagai prediktor respon terapi rasdiasi pada serviks stadium lanjut, khususnya stadium IIIB. Studi ini tambah dia bersifat prospektif menggunakan metode nested case control.
Pengambilan data dilakukan di Poliklinik Onkologi Departemen Obstetri dan Ginekologi RSCM serta Departemen Patologi Anatomi FKUI pada Januari 2016 hingga Mei 2017.
“Pada subjek penelitian dilakukan wawancara, pemeriksaan histopatologi dan pemeriksaan biokimia secara ELISA untuk mengetahui kadar survivin, telomerase, sitokrom c dan MRI pra-radiasi serta pasca-radiasi,” papar dokter RS Pondok Indah itu.
Dari 90 subjek penelitian, didapatkan rerata usia pasien 50 tahun, rerata masa tumor 6,7 cm dan sebagian besar berkeratin (84,4%), berdiferensiasi baik (81,1%), reaksi limfosit negatif (75,6%) dan nekrosis (74,4%).
Rerata faktor apoptosis-survivin, telomerase, dan sitokrom c adalah 591,2 pg/mL, 5.223,2 pg/mL dan 191,3 pg/mL.
Dari analisa bivariat didapatkan variabel yang berhubungan dengan respon terapi secara independen adalah masa tumor (p=0,1), diferensiasi (p=0,17), kadar survivin (p=0,01), kadar telomerase (p=0,08) dan kadar sitokrom c (p=0,47).
Hasil analisis multivariat didapatkan hubungan kadar survivin dan kadar telomerase dengan respon terapi radiasi (p=0,01 dan p=0,07).
“Tidak terdapat hubungan kadar sitokro c dengan respon terapi radiasi (p=0,64). Dengan model cox regresi survival didapatkan hazard ratio subjek dengan kadar survivin tinggi dan kadar telomerase tinggi terhadap respon terapi radiasi negatif adalah 4,20 dan 1,97. Dengan demikian disimpulkan, kadar survivin tinggi dan telomerase tinggi berhubungan dengan respon terapi radiasi negatif,” pungkas Fitriyadi.
Hasil disertasi Fitriyadi ini akan dibuat suatu model prediksi untuk keberhasilan terapi radiasi pada kanker serviks yang akan didaftarkan Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI) UI.
Artikel ini ditulis oleh:
Bawaan Situs