Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid dalam pembukaan Rapat Koordinasi Pencegahan dan Penyelesaian Tindak Pidana Pertanahan di Jakarta, Kamis (14/11/2024). (ANTARA/Aji Cakti)

Jakarta, aktual.com – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mendatangi kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Rabu (22/10). Kedatangan Nusron bukan untuk memberikan keterangan terkait kasus tertentu, melainkan untuk melakukan koordinasi dan meminta masukan dalam upaya memperbaiki sistem pelayanan publik di instansinya.

“Pertama, membahas masalah rencana satu transformasi pelayanan publik di lingkungan ATR BPN. Mulai dari satu penerbitan sertifikat baru, peralihan hak, pemecahan sertifikat, kemudian hak tanggungan,” kata Nusron.

Nusron menegaskan bahwa sebagian besar tugas di kementeriannya merupakan pelayanan publik, dan hal tersebut rentan akan pungutan liar (Pungli).

“Kan di tempat kami ini kan 80% kan pelayanan publik. Namanya pelayanan publik itu dimana-mana, termasuk di tempat saya isunya dua. Lama waktunya gak terukur, dan ono punglinya,” ujarnya.

Menurutnya, kedatangan ke KPK dimaksudkan untuk membedah bersama berbagai persoalan yang menghambat pelayanan publik agar bisa segera dibenahi. Ia ingin minta masukan, dan berkoordinasi, supaya ke depan pelayanannya lebih cepat, bersih, tapi tetap akurat, kompatibel, dan prudent.

“Sehingga ke depan tidak ada celah untuk digugat orang lagi,” tambahnya.

Selain itu, Nusron juga membahas persoalan alih fungsi lahan yang terus terjadi, terutama di Pulau Jawa. Ia menilai, lahan sawah produktif harus dijaga demi mendukung program ketahanan pangan nasional.

“Lajunya perumahan butuh lahan. Dan rata-rata baik industri, kemudian perumahan, pemukiman, pariwisata, Macem-macemlah. Itu yang disasar adalah sawah,” ungkapnya.

Nusron mengingatkan bahwa hilangnya lahan pertanian dapat berdampak pada menurunnya produksi pangan dan berujung pada meningkatnya impor. Padahal pada satu sisi Presiden Prabowo Subianto mempunyai program ketahanan pangan.

“Kalau sawahnya hilang habis makan, produksi pangannya berkurang. Nah, kalau produksi pangan berkurang, nanti kita impor lagi.Jadi kami minta koordinasi, yuk bantu kawal kami sama-sama menahan laju alih fungsi lahan,” katanya.

Masalah lain yang dibahas ialah tumpang tindih sertifikat tanah yang sering kali menjadi sumber sengketa di berbagai wilayah, terutama Jabodetabek. Menurutnya, sudah menjadi rahasi umum tumpang tindih kepemilikan tanah. Terlebih di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek), sertifikat sebuah lahan bisa dimiliki lebih dari satu orang.

“Jabodetabek ini ada lahan yang satu numpuk satu tanah, sertifikatnya empat-empat, tiga, dua, itu kan banyak. Nah, apalagi kalau kemudian ada pembebasan jalan tol, konsinyasi di pengadilan, itu yang punya pada muncul. Saya punya girik ini, saya punya ini, saya punya ini. Itu banyak sekali. Nah, ini kan menandakan bahwa dulu-dulunya kan administrasinya nggak baik,” jelasnya.

Ia menegaskan pentingnya pembenahan sistem administrasi pertanahan agar persoalan tersebut tidak terus berulang. “Nah, kita ke depan menata sistem administrasi pertanahan di Indonesia yang jauh lebih baik sudah ke depan nggak muncul lagi isu tumpang tindih,” tuturnya.

Dari hasil diskusi yang berlangsung sekitar dua jam, Nusron menyebut ada dua hal utama yang menjadi kesimpulan. “Kami di sini diskusi membedah mencari anatomi penyakit di tubuh ATR/BPN. Yang penyakit itu berpotensi menimbulkan tindakan korupsi. Yang nomor dua, kami bersama-sama mencarikan obat dan dokter yang mujarab untuk mengatasi. Dokternya apa? Obatnya apa? Sistem. Dokternya siapa? SDM yang punya integritas,” pungkasnya.

Penulis: Achmat

Artikel ini ditulis oleh:

Eka Permadhi