Ratusan ribu umat Islam dari berbagai elemen yang tergabung dalam Gerakan Bela Islam melakukan aksi unjuk rasa ke Bareskrim Polri,Gambir, Jakarta Pusat, Jumat (14/10/2016). Dalam aksinya Gerakan Bela Islam mendesak Bareskrim Polri segera menetapkan tersangka kepada Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahja Purnama (Ahok) dalam kasus penistaan Agama.

Jakarta, Aktual.com – Tokoh Rumah Amanah Rakyat Mayjend (Purn) Prijanto tidak mau menanggapi aktor politik yang menunggangi aksi bela Islam II pada 4 November 2016 lalu. Hal yang semestinya dikritisi bersama adalah keengganan Presiden Joko Widodo menemui para ulama dan habib yang menggelar aksi bela Islam.

“Yang penting itu kehadiran Presiden menerima pendemo dari pada ngomong aksi ditunggangi aktor politik,” ujar dalam diskusi publik ‘Kasus Ahok Nista Islam dalam Perspektif Hukum Pidana’ yang digelar Rumah Amanah Rakyat, Jalan Cut Nyak Dien, Menteng, Jakarta Pusat, Kamis (10/11).

Menurutnya, alasan yang disampaikan Sekretaris Kabinet Pramono Anung juga terlalu mengada-ada. Seskab sebelumnya menyatakan bahwa Presiden Jokowi sebenarnya ingin ke Istana namun tidak memungkinkan karena jalanan dipenuhi pengunjuk rasa.

Padahal, dari Bandara Soekarno-Hatta bisa saja dilakukan rekayasan lalu lintas apabila Presiden memang mau menemui massa aksi bela Islam II. “Karena massa banyak lalu tidak bisa temui pendemo. Kan bisa rekayasa lalu lintas, dikoordinasikan lalu tiap perempatan jalan dijagain polisi, sampai itu di Istana.”

Di sisi lain, Prijanto bersyukur akhirnya Presiden benar-benar tidak menemui pendemo. Paling tidak umat Islam akan terus mengawal proses penegakan hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, yang diduga telah menistakan agama Islam.

Laporan: Soemitro

Artikel ini ditulis oleh:

Wisnu