Pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur terpilih Jambi, Zumi Zola Zulkifli (kiri) dan Fachrori Umar (kanan) berjalan menuju Istana Merdeka untuk menerima petikan Keppres dari Presiden Joko Widodo di Jakarta, Jumat (12/2). Presiden Joko Widodo melantik tujuh Gubernur dan Wakil Gubernur periode 2016-2021 hasil pilkada serentak 9 Desember 2015 yakni dari Kalimantan Selatan, Jambi, Sumatera Barat, Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Kalimanta Utara dan Bengkulu. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/16.

Jakarta, Aktual.com – Wakil Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia Ari Fahrial Syam menilai, inspeksi mendadak yang dilakukan Gubernur Jambi Zumi Zola dengan amarah di RSUD Provinsi Jambi tak elok dilakukan.

“Saya juga ingin menanggapi hal ini, dan berdoa bahwa para pejabat lebih bermartabat dalam menegur petugas kesehatan yang sedang berdinas,” kata Ari Fahrial Syam dalam keterangan tertulisnya yang diterima di Jakarta, Senin (23/1).

Ari memahami, sebagai seorang gubernur, Zumi Zola menjadi orang yang bertanggung jawab atas berbagai hal, termasuk rumah sakit sebagai tempat pelayanan kesehatan rujukan sehingga sah-sah saja jika gubernur melakukan sidak untuk mengonfirmasi laporan dari masyarakat atas pelayanan rumah sakit tersebut.

“Tetapi ada yang kurang tepat dilakukan ketika Gubernur Zumi Zola melakukan sidak dengan diikuti media cetak dan elektronik. Apa yang ditunjukkan beliau adalah marah-marah dan bahkan sampai menendang tempat sampah. Jelas menunjukkan pemimpin yang tidak mampu mengendalikan diri apalagi sedang disorot kamera.”

Ari mengingatkan bahwa tempat sampah di ruang perawatan rumah sakit secara umum ada dua tempat sampah untuk sampah infeksius biasa berwarna kuning dan tempat sampah untuk non-infeksius. Kalau saja kebetulan yang ditendang tempat sampah infeksius tindakan Gubernur ini juga akan membahayakan dirinya dan orang lain.

Dia mencemaskan apa yang dilakukan Zumi Zola kepada petugas kesehatan bisa menjadi contoh masyarakat ketika melakukan komplain terhadap petugas kesehatan, padahal sudah aturan dan berlaku secara internasional bahwa dokter dan petugas tidak boleh bekerja di dalam tekanan.

“Kalau semua pasien atau keluarga pasien bisa marah-marah seperti Pak Gubernur akan memepengaruhi kinerja para petugas kesehatan.”

Selain itu, dia mengemukakan bahwa dokter dan perawat jaga mempunyai porsi didalam bertugas sesuai dengan tanggung jawab ruangannya. Bisa saja setelah jam tertentu setelah proses perawatan rutin, perawat jaga yang ada bergantian untuk beristirahat.

Sedangkan dokter jaga ruangan yang bertanggung jawab untuk banyak ruangan, setelah keliling bisa saja dokter beristirahat, tetapi tetap dengan kondisi siap untuk datang jika dipanggil suster.

“Sidak memang sudah menjadi budaya sebagian pejabat negeri ini, tetapi yang terpenting adalah ‘follow up’ (kelanjutan) pascasidak harus meliputi perbaikan sistim.”

Akhirnya jika memang para petugas lalai dalam melaksanakan tugas, lanjutnya, harusnya ada sistim yang dibuat agar mereka diberikan sanksi sesuai dengan pelanggaran disiplin yang terjadi. Yang penting dari semua ini keselamatan pasien menjadi tujuan dari suatu pelayanan kesehatan.

Artikel ini ditulis oleh:

Antara
Wisnu