Koran Tempo, kata dia secara sadar telah mencampuradukkan antara fakta dan opini sehingga membuat pemberitaan seolah-olah Setya Novanto adalah pengatur proyek e-KTP di DPR. Hal ini merupakan upaya pembunuhan karakter dengan tujuan agar menanamkan pemikiran kepada masyarakat bahwa Setya Novanto sebagai sosok yang bersalah.
Pemberitaan yang diturunkan Koran Tempo khususnya pada beberapa edisi, lanjut dia, telah menunjukkan pemberitaan yang tidak berimbang. Bahkan cenderung untuk mengadili Setya Novanto.
Hal ini telah melanggar Kode Etik Jurnalistik, yang berbunyi Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi serta menerapkan asas praduga tidak bersalah.
“Setya Novanto adalah simbol dan marwah Partai Golkar. Tidak sepantasnya beliau diperlakukan demikan. Saya melihat ini sebagai upaya untuk menggangu fungsi dan kerja DPR,” kata Erwin.
Untuk itu, Erwin, secara tegas meminta Koran Tempo untuk meminta maaf secara terbuka karena telah merugikan nama baik Setya Novanto dan Partai Golkar. Permintaan maaf itu harus dituliskan di satu halaman penuh Koran Tempo karena telah menulis dan menyiarkan berita bohong yang tidak sesuai fakta.
Erwin juga menunjukkan bukti soal pemberitaan Koran Tempo yang dianggap merugikan seperti, Koran Tempo edisi 17 Maret 2017 dengan judul: Terdakwa Akui Diminta Setya Berbohong. (Artikel Pertama) dan Koran Tempo edisi 12 April 2017 dengan judul: Novel Diserang, Setya Dicekal. (Artikel Kedua).
Artikel ini ditulis oleh:
Wisnu