Petugas Pekerjaan Dalam Keadaan Bertegangan (PDKB) Area Pela Bandung PLN Unit Transmisi Jawa Bagian Tengah melakukan penggantian Isolator pada Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET) di tower 127 Cilegon - Cibinong, Desa Batok, Bogor, Jawa Barat, Selasa (26/7). Hingga Juni 2016, PLN telah membangun sepanjang 2.792 Kilometer Sirkuit (Kms) transmisi yang sudah dialiri listrik atau energize dan sekitar 16.712 Kms transmisi dalam tahap konstruksi serta 27.093 Kms dalam tahap pra konstruksi sebagai upaya mempercepat pembangunan proyek 35000 MW. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/aww/16.

Jakarta, Aktual.com –  Masyarakat Kelistrikan Indonesia (MKI) menyayangkan rendahnya minat investor terhadap lelang dua proyek pembangkit listrik, PLTMG Pontianak dan PLTMG Scattered Riau.

“Minimnya minat kalangan investor mengikuti tender oleh PT PLN tersebut karena bisnis tersebut dianggap tidak menarik,” ujar Sekjen MKI Heru Dewanto di Jakarta, Jumat (5/8).

Dalam proyek tersebut, tambahnya, terdapat dua hal yang harus dilakukan investor yakni membangun pembangkit dan mencari suplai gas.

“Dari dua itu, saya menduga bahwa yang tidak memenuhi skala ekonomi adalah terkait suplai gas. Kondisi demikian, membuktikan bahwa PLN tidak secara cermat menghitung. Padahal kalau sudah tidak layak, tentu tidak akan ada yang mau,” ujar Heru.

Kedua poyek tersebut, merupakan bagian dari program kelistrikan 35.000 Mega Watt (MW) di Indonesia, yang semula ditargetkan rampung digarap pada 2019.

Namun, sampai batas akhir penyerahan dokumen pernyataan minat mengikuti tender pada 26 Juli 2016 lalu, tidak ada satu pun calon investor yang menyerahkan dokumen lelang untuk kedua proyek pembangkit listrik tersebut.

Dalam konteks lebih luas, menurut Heru, hal itu semakin memperkuat bahwa program 35 ribu MW sudah masuk ketegori lampu kuning dapat dipastikan mundur dari target semula, yakni 2019.

Untuk itu, lanjut Heru, jika masih ingin menyelesaikan program 35GW maka harus dilakukan “review” dan “re-programe”. Dan dalam pelaksanaan nanti, kata Heru, tidak ada ruang bagi PLN untuk membuat kesalahan.

“Kalau ingin membangun 35GW dalam waktu lima tahun, maka tidak bisa menggunakan organisasi dan mesin yang sama dengan saat membangun 35Gw dalam waktu 30 tahun di masa Orba dulu. Termasuk di antaranya, PLN harus lebih investor oriented dalam melaksanakan tender,” ujarnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara
Editor: Eka