Jakarta, Aktual.co — Bupati Tapanuli Tengah (Tapteng) nonaktif, Raja Bonaran Situmeang didakwa telah menyuap mantan Hakim Konstitusi, Akil Mochtar senilai Rp1,8 miliar. Uang tersebut digunakan untuk memuluskan perkara sengketa Pilkada Tapteng di Mahkamah Konstitusi (MK) pada 2011.
Atas tindak pidana tersebut, Bonaran diancam pidana Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 Nomor 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20/2001. Berdasarkan penjelasan pasal 6 ayat 1 huruf a, Bonaran terancam hukuman penjara selama 15 tahun.
Kendati demikian, Bonaran sendiri tetap membantah jika dirinya telah menyuap Akil. “Tidak ada satu pun perbuatan saya mentransfer uang, itu dilakukan orang lain,” ujarnya usai sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (23/2).
Dia berdalih bahwa pada saat sidang sengketa Pilkada tersebut, Akil bukan merupakan panel hakim yang memutuskan perkaranya. Menurutnya, Akil sama sekali tidak ada hubungan dengan kasus tersebut.
“Hakim panel saya adalah Ahmad Sodikin, Harjono, dan Ahmad Fadlil. Tidak ada Akil Mochtar. Apa relevansinya saya menyuap Akil?” tegasnya.
Seperti diketahui, Berdasarkan hasil perhitungan perolehan suara, KPU Kabupaten Tapanuli Tengah menetapkan pasangan Raja Bonaran Situmeang-Sukran Jamilan Tanjung sebagai pasangan calon terpilih bupati/wakil bupati dengan SK KPU tanggal 18 Maret 2011.
Tidak terima dengan hasil tersebut, pasangan lainnya yakni Albiner Sitompul dan Steven P.B. Simanungkalit serta pasangan Dina Samosir-Hikmal Batubara, menggugat Berita Acara Penetapan KPUD Tapanuli Tengah ke MK.
Kemenangan Bonaran rupanya dianggap tidak sah. Dia dituduh menyuap Akil untuk tetap mengesahkan kemenangan Bonaran dalam Pilkada Tapteng periode 2011-2016 yang hasilnya digugat ke MK oleh pasangan dua pasangan lainnya.
Pada 23 Maret 2011, Ketua MK menerbitkan SK Nomor 158/TAP MK/2011 yang menetapkan Panel Hakim Konstitusi untuk memeriksa permohonan keberatan dengan susunan panel Achmad Sodikin (Ketua), Harjono dan Ahmad Fadlil Sumadi sebagai anggota panel.
Saat proses sidang berlangsung, Akil Mochtar selaku Hakim Konstitusi yang ikut mengadili dan memutus perkara, menelpon anggota DPRD Tapanuli Tengah, Sumatera Utara, Bakhtiar Ahmad Sibarani. Dalam telepon, Akil meminta Bonaran menghubungi dirinya.
“Suap ini melalui Subur Effendi dan Hetbin Pasaribu dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara,” urai jaksa.
Jaksa juga mengungkap bahwa Akil meminta agar uangnya dikirimkan ke rekening tabungan atas nama CV Ratu Samagat pada Bank Mandiri KC Pontianak. Pada kolom berita slip setoran juga diminta ditulis ‘angkutan batu bara’.
“Terdakwa pada 16 Juni 2011 meminta Hetbin Pasaribu untuk menemani Daniel Situmeang, ajudannya untuk mengambil uang dari Tomson Situmeang Rp 1 miliar di BNI Rawamangun dana menyerahkan uang tersebut kepada Bakhtiar Ahmad Sibarani,” jelasnya.
Dan pada 20 Juni 2011, melalui Bank Mandiri Cibinong, Hetbin Pasaribu, kemudian kembali mengirimkan Rp 900 juta ke rekening CV Ratu Samagat. “Dan atas pengiriman uang tersebut, Hetbin Pasaribu melaporkannya kepada terdakwa,” papar jaksa.
Atas perbuatan tersebut, Raja Bonaran Situmeang didakwa melanggar Pasal 6 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang Nomor 20 tahun 2001.
Usai mendengarkan dakwaan jaksa, Ketua Majelis hakim Muchammad Muchlis pun memutuskan menunda persidangan hingga 5 Maret 2015 mendatang dengan agenda eksepsi terdakwa.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby
















