Yudi Latif
Yudi Latif

Saudaraku, cuaca kebatinan di langit jiwa bangsa ini diliputi kabut pesimisme, dengan cadangan oksigen persaudaraan yang kian menipis.

Di tengah kekuatiran merebaknya megakrisis, kita harus tetap menjaga sikap hidup positif, karena pemikiran negatif tak akan membawa kebaikan. Di sisi lain, optimisme itu harus bersifat realistis bahwa kegembiraan tidaklah datang dengan sendirinya tanpa dijemput, tanpa diusahakan. Dalam tumpukan sampah persoalan bangsa saat ini, diperlukan senyawa jutaan titik embun untuk bisa jadi gelombang kesucian yang bisa menyucikan najis yang melumuri jiwa bangsa.

Warisan sejarah perjuangan bangsa mengajarkan bahwa setiap krisis mengandung peluang untuk mengembalikan kualitas dan kesejatian. Penyair Arab mengatakan, “Betapa banyak jalan keluar yang datang setelah kepahitan dan betapa banyak kegembiraan datang setelah kesusahan. Siapa berbaik sangka kepada Pemilik Arasy akan memetik manisnya buah dari pohon berduri.”

Bulan puasa harus menjadi momen mawas diri untuk bertobat (kembali) ke jalan fitrah (kemurnian asal kita sebagai manusia dan bangsa). Momen introspektif mengajak kita keluar dari kesempitan ke kelapangan jiwa. Dalam kebesaran Tuhan, setiap insan merupakan perwujudan istimewa dari semesta dengan kondisi awal yang sama-sama suci. Keyakinan akan keaslian suci mengandaikan setiap orang memiliki sifat ketuhanan dengan lentera hanifnya yang menuntun ke jalan benar.

Sebagai citra Tuhan, manusia seyogianya memandang hidup secara positif dan optimistis. Setiap pribadi tidak tercipta sia-sia, melainkan orang-orang berpotensi dengan misi kepahlawanannya tersendiri.

Dalam menjalankan misi kepahlawanan, keberhasilan bukanlah tanpa rintangan. Setiap pejuang sejati menyadari bahwa hidup bukanlah tanpa kesulitan dan ujian; dan kemenangan hidup terletak pada keberhasilan mengarungi ujian. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Ketahuilah bahwa pertolongan itu ada bersama dengan kesabaran dan jalan keluar itu akan selalu beriringan dengan cobaan.”

Prasangka baik pada Tuhan akan melahirkan optimisme. Dalam sikap optimistis, setiap momen adalah istimewa dan setiap ujian adalah tangga kenaikan tingkat. Timbullah hasrat untuk merebut hari ini, memberi makna bagi hidup dan berbagi kebahagiaan dengan sesama.

Yudi Latif

Artikel ini ditulis oleh:

As'ad Syamsul Abidin