Ia hanya memastikan strategi penerbitan surat utang pada awal semester satu (front loading), sebagai antisipasi dari kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral AS (Fed Fund Rate/FFR) pada 2017, masih berlaku.
“Kita sudah global dan sukuk global, kami tidak blak-blakan dulu ‘size’ maupun ‘volume’nya. Tapi, garis besarnya strategi ‘front loading’ kami implementasikan ke rupiah dan ‘international bonds’, dalam rangka antisipasi FFR,” kata Robert.
Sepanjang 2017, pemerintah telah menerbitkan surat utang dan obligasi syariah masing-masing berdenominasi dolar AS yaitu Global Bonds dan Sukuk Global untuk investor di Amerika Serikat dan kawasan Timur Tengah.
Robert juga menambahkan belum ada upaya diversifikasi pasar surat utang valas dengan mengincar investor non tradisional, karena saat ini fokus pemerintah masih penerbitan obligasi berdenominasi dolar AS, Euro maupun Yen.
“Kami terus melakukan kajian apa perlu lagi ‘international bonds’, tapi kami tidak mengambil risiko mata uang, jadi untuk jangka menengah kita masih nyaman dengan Dolar AS, Euro dan Yen,” ujarnya.
Sebelumnya, pemerintah dari penerbitan Sukuk Global pada akhir Maret 2017 mendapatkan dana sebesar tiga miliar dolar AS atau sebesar Rp40 triliun.
Dengan penerbitan itu, maka realisasi pembiayaan APBN 2017, hingga 30 Maret, dari Surat Berharga Negara (SBN) netto telah mencapai Rp189,79 triliun atau 47,45 persen dari target Rp399,99 triliun. Untuk kebutuhan penerbitan bruto realisasi itu mencapai Rp265,77 triliun atau 38,71 persen dari target Rp686,55 triliun.
Dari penerbitan bruto, realisasi Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) mencapai Rp96,4 triliun atau 48,9 persen dari target Rp197,25 triliun dan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp169,32 triliun atau 34,61 persen dari target Rp489,3 triliun.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Eka