Jakarta, Aktual.com — Komite Pemantau Legislatif (KOPEL) Indonesia menilai pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Zonasi dan Raperda tentang Tata Ruang Strategis (reklamasi) sejak awal memang bermasalah. Ada potensi pembahasannya disalahgunakan untuk memuluskan Raperda melalui deal upeti.
“Izin reklamasi diterbitkan sebelum penetapan Perda (RZWP-3-K), bahkan sudah ada aktivitas reklamasi di lapangan. Dan ini nyata melanggar hukum,” tegas Direktur KOPEL Indonesia, Syamsuddin Alimsyah,kepada Aktual.com, Selasa (5/4).
Disampaikan, penerbitan izin reklamasi yang dikeluarkan oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama disebutkan mengacu Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
Padahal, sejak 2014 sudah berlaku Undang-Undang Nomor 1 tahun 2014 sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 27 tahun 2007 yang mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah sebelum izin reklamasi dikeluarkan maka terlebih dahulu membuat Perda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K).
Hasil pemantauan KOPEL, lanjut Syamsuddin, pembahasan Raperda Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP-3-K) dari awal tidak berjalan mulus. Terjadi polarisasi dalam internal DPRD, ada yang kontra dan ada yang pro.
Pemicunya, karena Gubernur dianggap secara sadar telah melakukan perbuatan melawan hukum dengan menerbitkan surat izin reklamasi kepada beberapa perusahaan sebelum Raperda RZWP-3-K ini ditetapkan DPRD. Apalagi pemberian izin sesuai UU bukan kewenangan Gubernur melainkan Pemerintah Pusat setingkat Menteri.
Sebagian anggota DPRD yang kontra mengaku menolak karena menginginkan ada penjelasan argumentasi penerbitan izin reklamasi lebih awal oleh Ahok sebelum Raperda ditetapkan. Mereka tidak ingin dituding ikut melegitimasi perbuatan melanggar hukum yang dilakukan Ahok. Kubu ini tidak masuk dalam tim yang membahas Raperda.
Berbeda kubu yang pro pembahasan Raperda, mayoritas anggota Badan Legislasi (Baleg), termasuk tersangka Sanusi yang terjaring dalam operasi tangkap tangan oleh KPK. Dan ranperda zonasi hanya dibahas melalui Baleg, salah satu alat kelengkapan DPRD DKI Jakarta.
“Ini juga menarik, sebuah peraturan setingkat Perda justru hanya dibahas oleh satu alat kelengkapan yakni Baleg. Padahal, merujuk dari ketentuan perundangan, tugas Baleg hanya memverifikasi, mengkaji Raperda untuk dibahas komisi-komisi atau pansus,” jelas Syam.
Artikel ini ditulis oleh: