Jakarta, Aktual.com – Dana repatriasi dari program tax amnesty (pengampunan pajak) dalam bentuk dollar Amerika Serikat (USD) disebut-sebut banyak tertampung di sektor perbankan.
Namun dibanding menganggur, Kementerian Keuangan diminta untuk memfasilitasi dengan menerbitkan surat utang berdenominasi USD. Hal itu penting karena biayanya lebih murah dibanding menerbitkan surat utang global di luar negeri.
“Sekarang pemerintah malah sukanya menerbitkan USD bond di luar negeri. Padahal itu cost-nya lebih mahal, sementara ada dana di depan mata dalam USD yang bisa dimanfaatkan,” ujar Kepala Ekonom Samuel Aset Manajemen, Lana Soelistianingsih, di Jakarta, ditulis Rabu (8/2).
Cara tersebut, menurut Lana, dapat mengurangi ketergantungan utang dalam mata uang asing terutama USD. Apalagi cara ini juga bisa memperkuat rupiah karena bisa ditukar di Bank Indonesia dengan USD.
“Jadi dengan dana repatriasi itu, dananya dapat digunakan untuk membayar utang dan kemudian ditukarkan ke rupiah di BI,” tegas Lana.
“Cara ini cukup efektif. Karena dapat membantu cadangan devisa dan pemerintah sendiri dapat rupiah untuk pembangunan,” imbuhnya.
Dia menambahkan, potensi serapannya sendiri diperkirakan sebanyak 50% dari total dana repatriasi di perbankan tersebut dapat ditempatkan di global bond USD itu.
Semetara itu, selain digunakan untuk global bond USD, bagi perbankan sendiri Lana menyarankan agar dana itu menjadi kredit valuta asing (valas).
“Saat ini permintaan kredit valas juga rendah, dari pada nganggur (di bank) lebih baik di manfaatkan (untuk kredit valas),” terang dia.
Berdasa data Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu, realisasi dana repatriasi hasil program tax amnesty mencapai Rp112,5 triliun dari komitmen Rp141 triliun untuk direpatriasi. Dan sebagian besar atau 74,8 triliun dana repatriasi itu ditempatkan pada sistem perbankan nasional dalam bentuk USD.
(Laporan: Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Eka