Jakarta, Aktual.com – Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan menyebut, untuk penerbitan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) tahun 2017 sebanyak Rp43,69 triliun pemerintah minta persetujuan DPR terhadap aset negara untuk dijaminkan.
“Untuk BMN yang dimintakan persetujuan senilai Rp43,69 triliun yang berada di 50 Kementerian/Lembaga dengan jumlah BMN (Barang Milik Negara) 9.998 unit yang terdiri dari tanah dan bangunan,” ujar Robert saat raker dengan Komisi XI DPR, di Gedung DPR/MPR, Jakarta, Selasa (18/10).
Rencananya, pemerintah sendiri bakal menerbitkan SBSN di 2017 sebanyak nilai BMN tersebut yang dijadikan jaminan atau underlying asset sebesar Ro43,69 triliun.
Padahal, di tahun ini, pemerintah juga sudah menerbitkan delapan seri SBSN dengan jumlah Rp33,46 triliun atau sama dengan nilai BMN sebanyak 5.405 unit BMN. Pemerintah sendiri dalam kesempatan ini masih meminta persetujuan dari Komisi XI DPR yang kemudian memang disetujui oleh DPR.
Robert menambahkan, dalam hal sisa BMN yang belum digunakan sebagai aset SBSN pada tahun 2017, dapat di-carry over untuk digunakan sebagai underlying asset pada penerbitan SBSN tahun-tahun berikutnya.
“Sementara hal lainnya, yang kita minta persetujuan DPR, terkait dalam hal SBSN yang jatuh tempo, BMN yang telah digunakan sebagai aset SBSN dapat digunkaan kembali untuk penerbitan SBSN berikutnya (roll over),” cetus Robert.
Sejauh ini, kata dia, surat utang syariah atau SBSN yang sudah diterbitkan pemerintah sejak 2008 hingga 6 Oktober 2016 mencapai Rp559,67 triliun.
“Sementara itu, outstanding SBSN per 6 Oktober 2016 sebanyak Rp407,16 triliun. Atau setara dengan 15 % dari total outstanding SBN (Surat Berharga Negara),” jelas dia.
Menurutnya, selain secara nominal terus meningkat, porsi penerbitan SBSN terhadap SBN juga terus meningkat. “Untuk tahun 2016, target penerbitan bruto SBSN adalah 27,5% dari total penerbitan SBN bruto,” imbuh dia.
Dia juga membantah penggunaan BMN sebagai underlying asset di SBSN ini sebagai hak kepemilikan (legal title), melainkan hanya sebatas sebagai hak manfaat (beneficial title).
“Kami sendiri menolak menggunakan kata jaminan (collateral) dan gadai, melainkan sebagai dasar penerbitan saja atau underlying asset,” kata dia.
Dan juga, lanjut dia, BMN yang digunakan sebagai underlying asset SBSN tetap dikelola sebagaimana sebelum dijadikan sebagai underlying asset itu.
“Karena tidak ada perubahan dari segi kemanfaatan atau peruntukan maupun dari sisi akuntansi dan pelaporannya,” pungkas Robert.(Busthomi)
Artikel ini ditulis oleh:
Andy Abdul Hamid