Jakarta, Aktual.com – Perseteruan antara Ketua Partai Hanura, Oesman Sapta Odang (OSO) dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait Daftar Calon Tetap (DCT) DPD RI untuk Pemilu 2019 tak berkesudahan.

Kubu OSO telah melaporkan kepada Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI karena KPU RI dinilai mengabaikan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) yang memerintahkan agar nama OSO dicantumkan dalam DCT.

Ada dua laporan yang dilakukan kubu OSO, yakni terkait dugaan pelanggaran administrasi Pemilu dan pidana Pemilu.

Terkait pelanggaran administrasi Pemilu, pihak Bawaslu telah menyatakan akan menindaklanjuti laporan ke tahap pokok perkara dalam sidang pemeriksaan.

Sedangkan dalam pelanggaran pidana Pemilu, kubu OSO telah melaporkan Ketua KPU RI, Arief Budiman, ke Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Arief dituding menjadi pemimpin lembaga penyelenggara Pemilu yang ogah melaksanakan putusan PTUN.

Kuasa hukum OSO, Herman Kadir menganggap KPU telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dengan

Herman Kadir, penasihat hukum OSO, menilai KPU RI telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi dan melanggar Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu).

“Kami laporkan Arief Budiman ke Gakkumdu, karena kami melihat dia melanggar Pasal 518 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017, di mana KPU tidak mau melaksanakan putusan PTUN dan Bawaslu,” katanya di kantor Bawaslu RI, Kamis (27/12).

Ia mengungkapkan, KPU secara diam-diam telah mengeluarkan Surat Keputusan (SK) Nomor 1734/PL.01.4-Kpt/06/KPU/X/2018 tentang Perubahan Atas Keputusan KPU No. 1130/PL.01.4-Kpt/06/IX/2018 tentang Penetapan DCT Perseorangan Peserta Pemilu Anggota DPD Tahun 2019.

Menurut Herman, SK ini sangat cacat hukum lantaran diterbitkan pada 8 November 2018, enam hari sebelum diterbitkannya PTUN membacakan putusannya yang membatalkan SK 1130/2018.

“Ini secara diam-diam, dikeluarkan 8 November. Sementara putusan PTUN keluar 14 November. Jadi, secara tidak langsung KPU telah menghina peradilan TUN. Telah melakukan pembangkangan terhadap konstitusi proses pembatalan surat nomor 1130 sedang berlangsung, tetapi dia mengeluarkan surat putusan baru, ini ada unsur pidananya,” kata dia.

Herman mengakui, pihaknya baru melaporkan Arief Budiman saja tanpa disertai dengan komisioner KPU lainnya lantaran ia yang menandatangani SK 1734/2018. Tanda tangan tersebut dijadikan bukti oleh Herman dalam pelaporan ini.

Lebih lanjut, Herman mengatakan, pihaknya akan melengkapi laporan dengan cara menambahkan saksi dan barang bukti tambahan.

“Kami nanti mendatangkan 2-3 orang ahli pidana pemilu dan administrasi negara untuk menguatkan bukti,” kata dia.

Nantinya, dia menjelaskan, laporan ini akan ditangani Sentra Gakkumdu yang terdiri dari unsur Bawaslu RI, Polri, dan Kejaksaan. Dia menegaskan, proses di Sentra Gakkumdu berbeda dengan upaya pelaporan yang dilakukan ke Bareskrim Polri.

Sebanyak 34 anggota Dewan Pimpinan Daerah DKI Jakarta Partai Hanura yang diwakili Ketuanya, Muhammad Sangaji melaporkan Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari  ke Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/1649/XII/2018/BARESKRIM.

Arief dan Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan.

Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar. Hal ini, karena mereka tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan OSO, sebagai anggota DPD.

“Kalau yang ke Polri itu Partai Hanura yang melapor. Kami tidak tahu pasal apa yang digunakan. Tetapi, kami di sini sebagai tim hukum pribadi OSO fokus ke tindak pidana pemilu,” tuturnya.

Dia mengharapkan supaya Sentra Gakkumdu memproses laporan itu.

“Saya harapkan unsur pidananya masuk. Saya minta ketua KPU ditahan,” tambahnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan