Gedung baru Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) itu dilengkapi dengan 30 ruang sidang dengan fasilitas standar meski tidak semua dipakai untuk persidangan kasus tindak pidana korupsi. "Rencana pindahan di kantor baru mulai 16 November 2015.

Jakarta, Aktual.com – Dua terdakwa kasus dugaan korupsi proyek e-KTP, Sugiharto dan Irman, perintahkan PNS Sekretariat Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Junaidi, memalsukan Surat Pertanggungjawaban (SPJ) kegiatan Tim Supervisi.

Menurut Junaidi, awalnya Sugiharto memintanya mengeluarkan uang e-KTP yang ia kelola, untuk perjalanan dinas Tim Supervisi ke berbagai daerah guna kegiatan perekaman e-KTP. Padahal, dana proyek yang Junaidi pegang bukan untuk Tim Supervisi.

Kata Junaidi, yang juga menjabat sebagai Bendahara pembantu proyek, anggaran yang ia keluarkan untuk Tim Supervisi Rp 2,5 miliar. Namun hingga kini, belum ada pengembalian atas dana yang sudah ia keluarkan itu.

Alhasil, demi menutupinya Junaidi diminta oleh Irman dan Sugiharto membuat SPJ fiktif. Dalam SPJ itu, ia memasukan biaya belanja tiket dan sewa hotel.

“Sudah ditalangi, (Sugiharto bilang) ‘nanti kami yang membayar secara bertahap’. Bukti pendukung (SPJ fiktif) ini, dapat dari Tim Supervisi yang habis dari daerah itu,” beber Junaidi, saat bersaksi dalam sidang e-KTP, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (22/5).

Bahkan, sambung dia, Sugiharto pun ikut menalangi anggaran Tim Supervisi. Junaidi mengaku ia sendiri yang menerima uang dari Sugiharto, kemudian ia berikan ke Tim Supervisi. Tapi soal jumlahnya, Junaidi tak ingat.

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby