Jakarta, Aktual.co — Pejuang Hak Asasi Manusia (HAM) yang juga tokoh perempuan asal Amungme, Papua, Yosepha Alomang berpendapat sudah saatnya pemuda di daerahnya menuangkan pikiran dan gagasan menyangkut apa saja soal wilayah tersebut dalam sebuah buku.
“Pemikiran-pemikiran yang bagus, perlu dituangkan dalam buku seperti yang dilakukan oleh Markus Haluk lewat bukunya berjudul ‘Menggugat Freeport’,” kata Yosepha di Kota Jayapura, Papua, Jumat (13/3).
Menurut peremumpan yang akrab disapa “Mama Yosepha” ini apa yang dibuat oleh Markus Haluk sebagai salah satu tokoh pemuda Papua dan juga sebagai Sekertaris Jenderal Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua (Sekjen AMPTPI) adalah hal yang tepat.
“Memprotes dengan cara menulis buku adalah jalan terbaik yang bisa dilakukan secara elegan dan lebih mendidik,” katanya.
Selaku perempuan Amungme yang juga pemilik dari Gunung Nemangkawi tempat dimana PT Freeport beroperasi, Mama Yosepha menilai buku dengan judul “Menggugat Freeport” buah karya Markus Haluk patut diberikan apresiasi.
“Buku itu mengkritik pemerintah dan pemodal Freeport agar lebih memperhatikan hak-hak masyarakat pribumi, perhatikan kesejahteraan yang terabaikan, pemberdayaan dan keberpihakkan yang seharusny terus dilakukan,” katanya.
Apa lagi mengenai perjanjian dan penandatangan kontrak karya Freeport dan Pemerintah Pusat untuk beroperasi di Mimika dan sekitarnya perlu melibatkan para masyarakat pemilik hak ulayat.
“Saya setuju dan sependapat dengan uraian didalam buku itu, yang menyebutkan bahwa pemilik hak ulayat harus terlibat dalam sebuah perjanjian atau kontra kerjasama,” katanya.
Untuk itu pendiri Yayasan Hak Asasi Manusia Anti Kekerasa (Yahamak) dan peraih penghargaan Yap Thiam Hien 2009 itu mengajak para pemuda Papua berpikir lebih kritis dalam menyikapi berbagai persoalan disekitarnya dengan cara menulis buku.
“Sebaiknya pemuda kita menulis buku. Karena dengan menulis buku kita bisa mengexplorasi berbagai ide-ide, gagasan, usulan dan kritik membangun untuk memperbaiki sebuah persoalan. Paling tidak kita telah menyumbang sebuah pemikiran yang cemerlang buat kita semua,” kata mama Yosephan Alomang.
Sebelumnya, Markus Haluk, tokoh pemuda Papua yang dikenal vokal menyuarakan ketidakadilan di daerah asalnya, meluncurkan buku berjudul “Menggugat Freeport” setebal 125 halaman di Aula STT IS Kijne, Distrik Abepura, Kota Jayapura, pada Sabtu (7/3).
“Hasil riset saya lakukan secara organisasi bersama Hans Magal, Mama Yosepha Alamong, dan rekan lainnya yang belum pernah kita publikasikan sebelumnya,” kata Markus Haluk yang juga Sekjen Asosiasi Mahasiswa Pegunungan Tengah Papua Indonesia (AMPTPI).
Menurut dia, pengambilan topik tentang Freeport itu, lebih karena banyak persoalan yang perlu dikaji dan ditelaah lebih mendalam terhadap perusahaan penghasil emas dan tembaga terbesar di Tanah Air, selain banyaknya permasalahan lain di tanah Papua.
“Tapi, ini kita dahulukan karena situasi pertama itu, secara sewenang-wenang PT Freeport itu terus memperpanjang kontrak karya (KK) dengan cara-cara licik, seperti KK 1967-1991. Biasanya sebelum KK berakhir, ada cara licik (konflik) yang ditempuh, dalam 3-5 tahun terakhir menjelang KK habis massanya,” katanya.
Artikel ini ditulis oleh:

















