Reaksi cepat yang dilakukan berbagai instansi atas perintah Presiden Joko Widodo, seperti Satgas Terpadu Polda-TNI sebagai tim pertama yang terjun mengatasi KLB, disusul Kementerian Kesehatan dengan mengirim tim kesehatannya, diikuti kementerian sosial, Satgas Kesehatan TNI dan instansi-instansi terkait hingga swasta dan lembaga sosial masyarakat (LSM) patut diacungkan jempol sebagai tindakan darurat mengatasi wabah penyakit agar tidak meluas dan bertambahnya korban jiwa.
Kasus gizi buruk dan campak yang lagi-lagi terjadi di Papua, seperti “mengorek luka lama” yang ingin dilupakan oleh bangsa ini tetapi faktanya di ujung negeri ini masih ada saudara sebangsa dan se-Tanah Air yang masih menderita gizi buruk ketika di sebagian besar wilayah di negeri ini, gizi buruk sudah menjadi kasus langka.
Pemerintah mengakui bahwa terdapat persoalan tata kelola pemerintahan, khususnya terkait pengelolaan kesehatan di Papua. Diketahui begitu banyak kucuran dana dan perlakuan khusus diberikan ke wilayah Papua, antara lain Dana Otonomi Khusus Bidang Kesehatan dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk membiayai perbaikan mutu kesehatan di tiap kabupaten dan kota di provinsi tersebut, namun kenyataannya besarnya dana otsus dari pusat saat ini tidak berbanding lurus dengan kondisi masyarakat Papua. Faktanya, masih ada banyak kabupaten yang mendapat rapor merah dalam pelayanan kesehatan.
Sejak 2002 hingga 2016, total dana otsus Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat) mencapai Rp47,9 triliun dimana jumlah tersebut bersumber dari dua persen dana alokasi umum (DAU) nasional. Pada 2017, dana otsus Papua dianggarkan Rp7,9 triliun dan tahun ini naik lagi menjadi Rp8 triliun.
Pemerintah juga menggelontorkan berbagai program ke daerah untuk menekan kemiskinan dan perbaikan gizi anak. Sayangnya, beberapa diantaranya tidak sepenuhnya tepat sasaran lantaran anggaran kesehatan yang diperuntukan bagi rakyat, menguap entah kemana. Jika persoalan gizi buruk tidak ditangani secara serius, sudah pasti, Papua tidak akan memiliki generasi penerus yang berkualitas.
Berulangnya kasus kematian karena wabah penyakit menjadi bukti bahwa penggunaan dan pengelolaan dana belum dilakukan secara transparan dan baik sehingga rakyat kecil tidak memperoleh manfaat langsung. Berbagai program yang diluncurkan berbagai instansi, seperti kementerian kesehatan, kementerian sosial, kementerian dalam negeri kenyataannya tidak dilakukan di semua kampung sehingga masih terjadi ketertinggalan dan kemiskinan rakyat papua yang berujung pada wabah penyakit dan kematian.