Jakarta, Aktual.com – Pemerintah Indonesia akan menerbitkan kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) berbentuk Sementara untuk PT Freeport atas peralihan dari jenis Kontrak Karya (KK).
Kebijakan ini ditempuh untuk memberikan rekomendasi ekspor produksi karena sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 bahwa hanya IUPK yang diperboleh melakukan ekspor.
Sementara proses peralihan status perjanjian KK menjadi IUPK akan memakan waktu yang lama. Untuk itu, Penerbitan IUPK Sementara dipandang langkah tepat untuk kelancaran produksi.
Menteri ESDM, Ignasius Jonan menyampaikan bahwa saat ini Freeport telah mengajukan proposal perubahan status kontraknya tersebut.
“Freeport sudah memasukkan permohonan untuk mengubah dari KK jadi IUPK. Ini kita proses mungkin satu dua hari IUPK Sementaranya juga terbit ya. Karena kalau proses yang permanen itu memang makan waktu,” kata Jonan di Gedung DPR Senayan Jakarta, Senin (30/1).
“Kan enggak bisa kalau proses IUPK nya itu makan waktu tiga bulan atau enam bulan terus enggak ekspor sama sekali, pasti akan mengganggu perekonomian di daerah itu dan juga menciptakan pengangguran yang besar,” sambungnya.
Setelah IUPK Sementara terbit, pemerintah akan segera memberikan izin ekspor konsentrat milik Freeport. Pada saat yang bersamaan, pemerintah juga meminta Freeport melengkapi semua hal agar terpenuhi persyaratan IUPK Permanen.
“Jadi kalau satu dua hari ini keluar, prosesnya bisa selesai ya kita selesaikan dikasih izin sementara sambil mereka menyelesaikan terus, juga termasuk pernyataan mereka untuk membuat smelter,” jelas Jonan.
Diketahui, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP No 1 Tahun 2017) tentang Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang kemudian disusul aturan turunan berupa Peraturan Menteri (Permen) ESDM No.05 Tahun 2017 dan Permen ESDM No.6 Tahun 2017.
Dalam aturan itu, Pemerintah memberikan izin ekspor konsentrat jika Freeport merubah status kontraknya menjadi IUPK. Dalam perkembangannya, dikabarkan bahwa Freeport bersedia merubah status kontraknya namun dia tidak mau mengikuti skema perpajakan IUPK yang berlaku secara prevailing serta luas area pertambangan yang terbatas.
Freeport bersikeras menginginkan skema perpajakan seperti yang terdapat dalam kontraknya saat ini yaitu Kontrak Karya (KK), dimana perpajakan ditetapkan secara nail down atau lex specialis (tidak terikat pada peraturan baru yang muncul di kemudian hari setelah kontrak tersebut diteken).
Sementara, seperti apa yang telah diungkapkan Jonan sebelumnya bahwa dia mengkhawatirkan dampak buruk berupa pemberhentian produksi akibat ekspor yang terhalang. Pada akhirnya akan berdampak PHK kepada karyawan.
(Dadangsah Dapunta)
Artikel ini ditulis oleh: