Jakarta, Aktual.co —Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi membantah tudingan Koalisi Merah Putih (KMP) bahwa dirinya telah melanggar kesepakatan di antara pimpinan DPRD terkait pelantikan Plt Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok).
Di mana dalam perjanjian itu pimpinan DPRD sepakat untuk meminta tafsiran ke Mahkamah Agung dan Kementerian Dalam Negeri atas tafsiran payung hukum yang akan digunakan untuk pelantikan Ahok. 
Kata Pras, terkait kesepakatan itu dirinya justru telah mencium adanya upaya penghambatan dari pimpinan dewan yang lain. Karena di hari yang mereka sepakati untuk bersama-sama berangkat ke MA untuk berkonsultasi, pimpinan DPRD yang lain malah mangkir. 
“Melanggar apa? Saya pernah datang minta kepada teman-teman minta ke pak Sani (PKS), pak Taufik (Gerindra), pak Feriyal (Demokrat-PAN). Itu sudah minta dan dia menghindar jadi ya sudah. Kalau kita berkutat muter di situ-situ saja ya gak kerja-kerja kita,” ujarnya di DPRD DKI, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Senin (17/11).
Karena merasa ada upaya penghambatan dari pimpinan DPRD yang lain, kata Pras, maka dirinya mengambil keputusan untuk meminta saran dari Kemendagri, yang kemudian ternyata meminta agar pelantikan Ahok segera dilakukan. 
Hingga kemudian dia menggelar Sidang Paripurna untuk mengumumkan persetujuan DPRD atas pelantikan Ahok, meskipun tanpa dihadiri oleh keempat wakilnya. “Ya pemikiran saya ini ada penghambatan, makanya saya ambil keputusan.”
Dia pun mengklaim kalau apa yang telah dilakukannya dengan menggelar sidang, tidak melanggar aturan dan dibenarkan oleh Undang-Undang. “Di Pasal 116 ayat 4 dan 5 saya punya hak itu, yang lalu saya putuskan. Saya ikut aturan tatib juga kok.” 
Diberitakan sebelumnya para pimpinan fraksi yang tergabung dalam KMP di DPRD DKI menyatakan ketidaksetujuan dengan sidang paripurna DPRD DKI yang mengumumkan persetujuan pelantikan Ahok sebagai Gubernur definitif.
Wakil Ketua DPRD dari Fraksi PKS, Triwicaksana mengatakan ada dua hal yang telah dilanggar Prasetyo Edi Marsudi selaku Ketua DPRD, yang membuat mereka tidak setuju dan memilih absen di sidang paripurna tadi pagi.
Dalam konferensi pers di lantai sembilan Gedung DPRD DKI usai sholat Jumat tadi, di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Tri mengatakan hal pertama yang dilanggar Prasetyo yakni tata tertib dewan. Dengan menggelar sidang paripurna secara sepihak tanpa ada persetujuan dari keempat wakilnya. 
“Tata tertib yang disetujui bersama telah dilanggar. Yaitu mengundang rapat pimpinan gabungan kemarin dan paripurna tadi pagi tanpa melalui prosedur sebagaimana tata tertib bersifat kolektif kolegial. Di mana seharusnya semua surat surat wajib diparaf oleh para wakil ketua. Paling tidak dua orang wakil,” ujarnya, di DPRD DKI, Jumat (14/11).
Lantaran hanya ditandatangani Ketua DPRD saja, Tri menilai sidang paripurna tadi pagi tidak sesuai prosedur alias cacat prosedural. 
Pelanggaran kedua, Prasetyo sebagai Ketua DPRD dianggap telah melanggar komitmen minggu lalu dari kesepakatan fraksi gabungan. Di mana mereka telah sepakat untuk menunggu tafsiran dari Mahkamah Agung terkait Perpu no 1 tahun 2014 untuk pelantikan Ahok.
Dituturkan Tri, para pimpinan DPRD memang telah sepakat untuk konsultasi ke Kemendagri dan MA, menyusul adanya perbedaan pendapat terkait Perpu no 1 tahun 2014 terkait pasal 203 dan 174. Ke Kemendagri mereka akan mengonfirmasi beberapa poin terkait mekanisme pengangkatan Ahok. Sedangkan ke MA untuk meminta pandangan hukum atas perbedaan pendapat. 
“Sebenarnya dalam rapim sudah semuanya mufakat akan berkonsultasi ke Kemendagri dan juga MA,” ujarnya.
Tapi pada kenyataannya, Ketua DPRD ternyata malah tidak mengirimkan surat permintaan fatwa ke MA, dan hanya mengirim surat ke Kemendagri saja yang kemudian memberikan jawaban agar pelantikan Ahok segera dilakukan DPRD.
“Dua hal inilah yang menyebabkan KMP tidak setuju dan tidak menghariri paripurna tadi pagi,” paparnya.

Artikel ini ditulis oleh: