Menkeu Bambang Brodjonegoro (tengah), Menteri PPN/Bappenas Andrinof Chaniago (kanan) dan Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/7). Dalam rapat tersebut Banggar DPR menyepakati laporan dan memberikan pengesahan hasil panitia kerja (panja) dalam rangka pembahasan pembicaraan pendahuluan penyusunan RAPBN 2016. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/nz/15.

Jakarta, Aktual.com —  Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro berkonsultasi dengan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membahas pemanfaatan dana operasional para pemimpin kementerian lembaga.

Menkeu menjelaskan konsultasi ini dilakukan agar pemerintah bisa membuat penyempurnaan dari aturan terkait penggunaan dana operasional, karena aturan hukum saat ini justru menyulitkan pejabat negara dalam memanfaatkan dana tersebut.

“Pokoknya ada penyempurnaan, karena selama ini justru terlalu ketat sehingga malah menyusahkan pemakaiannya,” ujar Menkeu Bambang Brojonegoro, Jumat (7/8).

Taufiequrachman Ruki menambahkan konsultasi tersebut dilakukan karena selama ini ada pejabat negara yang dihukum karena diduga menyalahgunakan dana operasional akibat aturan hukum yang kurang fleksibel.

“Kita minta agar rumusan tentang dana operasional di-‘clear’kan, karena ada masalah di masa lalu, akibat penggunaannya tidak fleksibel,” kata Ketua KPK.

Untuk itu dalam konsultasi tersebut, tambah dia, Menkeu meminta agar ada fleksbilitas dalam pemanfaatan dana operasional namun dengan tidak mengabaikan prinsip-prinsip maupun aturan hukum berlaku.

“Menteri mengharapkan adanya fleksbilitas dalam penggunaan hubungannya dengan anggaran pemerintah. Maksudnya jangan sampai ada menteri terjerat karena dianggap melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Ruki.

Selain itu, menurut Ruki, konsultasi dilakukan sebagai upaya untuk memberikan bantuan kepada pemerintah yang sedang menyusun aturan hukum baru tentang efektivitas pemanfaatan dana operasional bagi para pejabat negara.

“Hukumnya tidak boleh multitafsir, jadi peraturan menteri dan Undang-Undangnya harus ‘clear’, tidak boleh ditafsirkan macam-macam. Bisa dipahami dan tidak memungkinkan terjadinya hal-hal penyimpangan,” katanya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka