Jakarta, aktual.com – Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Din Syamsuddin angkat bicara terkait dengan penggunaan istilah kafir dalam putusan Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama (NU).
Dalam Islam, dijelaskan Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 2005-2010 dan 2010-2015 itu, istilah kafir banyak disebut dalam Al Qur’an dan ada surat yang secara spesifik nama dan dalam kandungan surat tersebut menerangkan tentang istilah kafir.
“Kita ini mukmin beriman, ada yang tidak beriman sesuai Islam disebut oleh Al Qur’an dengan kata kafir, musrik, juga fasik,” kata Din seusai pengajian akbar di PKU Muhammadiyah Gamping Sleman, ditulis Minggu (3/3).
Din berpesan, untuk tidak mengubah istilah yang ada di dalam kitab suci. Tapi harus ada kearifan dalam menggunakannya.
“Jadi tidak mungkin kitab suci yang sudah final lalu diamandemen,” tegasnya menambahkan.
Menurutnya, di masyarakat majemuk seperti Indonesia pemakaian istilah kafir untuk menyebut non-muslim harus dengan bijak dan hati-hati. Tapi juga tidak dengan ‘gebyah uyah’ kata kafir dihilangkan.
“Dalam konteks berbangsa memang harus dibarengi dengan sikap tasamuh (toleransi), sehingga pemakaian istilah tersebut tidak dipakai secara peyoratif (memperburuk) kepada orang lain,” terang Din.
Din melanjutkan, istilah tersebut juga ada di agama selain Islam dalam menyebut orang yang berbeda dalam keimanan dengan mereka.
“Sebenarnya semua agama punya konsep teologi tentang ‘the others and the outsider’, karena semua agama itu memiliki yang disebut kriteria keyakinan,” terang Din.
Din menjelaskan, putusan dari Munas NU tersebut sifatnya hanya sebagai fatwa, maka tidak wajib diikuti.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin