Jakarta, Aktual.co — Pemerintah dalam hal ini Kementerian Perhubungan diminta untuk mengkaji ulang lokasi pembangunan Pelabuhan Cilamaya, Jawa Barat. Pasalnya, di lokasi tersebut terdapat area operasional anak usaha PT Pertamina (Persero) yang terancam terganggu akibat pembangunan tersebut.

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Migas Indonesia (KSPMI) Faisal Yusra mengatakan, seharusnya pemerintah dalam membuat visibilitas study dari proyek pelabuhan Cilamaya harus melihat dari situasi existing.

“Itu yang paling mendasar dalam ilmu polemik. Paling mendasar. Apa kondisi yang ada di lapangan. Bahwa disana sudah ada operasi anak usaha PT Pertamina (Persero) yakni PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ), yang pipanya sudah terpasang luas, yang menyuplai PLN dan industri hilir lainnya,” ujar Faisal di Jakarta, Rabu (18/3).

Menurutnya, hal itu sudah semestinya menjadi pertimbangan untuk tidak melanjutkan pembangunan pelabuhan Cilamaya.

“Sebetulnya harus menjadi pertimbangan, jadi kalau itu ternyata menjadi hambatan, itu harus dilihat, dimanapun proyek seperti itu. Misalkan kita mau buat proyek, di sana ada bangunan maka proyek itu yang harus menyesuaikan, bukan existing-nya yang menyesuaikan,” ungkapnya.

Jadi dalam situasi ini, sambung dia, Menteri Perhubungan Ignasius Jonan harus sadar bahwa dengan proyek ini dilanjutkan, maka kedaulatan energi negara dapat terganggu. Pasalnya, proyek tersebut dapat menggangu proses produksi dari ONWJ yang benilai triliunan rupiah dalam setahun.

“Sebetulnya, siapa sih yang berdaulat, kita selalu bicara berdaulat ekonomi, pangan dan migas hanya demi bisa terbangun soal kedaulatan ekonomi, dimana bahwa proyek ini adalah untuk memberikan, memuaskan pihak investor yang berasal dari Jepang,” jelasnya.

“Jonan harus mengubah pikirannya, pelabuhan Cilamaya harus dipindah dari tempat yang semula karena itu mengganggu operasi Pertamina. Tidak layak, situasi ditempat itu tidak layak. kami rekomendasikan disitu tidak layak,” tandasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka