“Media sosial itu ada perusahaannya (yang memiliki), bukan seperti lapangan bola yang bisa dipakai begitu saja,” kata Agus.

“Semakin banyak yang baca informasi itu, semakin menguntungkan dia karena bisa menaikkan harga saham perusahaan,” imbuhnya menjelaskan.

Oleh karenanya, itu ia pun menegaskan jika perusahaan medsos seharusnya ikut bertanggung jawab dengan penyebaran hoax yang semakin massive ini. Lebih lanjut, perusahaan seperti Facebook atau Twitter, disebut Agus tidak dapat lepas tangan begitu saja dengan fenomena ini.

Terlebih, penyebaran hoax telah mengakibatkan masyarakat Indonesia semakin terpecah belah dalam beberapa tahun belakangan.

“Satu-satunya yang diuntungkan dari hoax itu adalah media sosial. Sekali lagi, dalam pemahaman saya yang menyebarkan hoax itu adalah mesin yang mereka kelola,” tuturnya menekankan.

Dirinya juga menginginkan perusahaan media sosial ikut bertanggung jawab terhadap penyebaran hoax dan ujaran kebencian.

“Saya kira perusahaan medsos harus ikut bertanggung jawab,” tambahnya.

Bentuk pertanggungjawaban tersebut, jelasnya, dapat diimplementasikan dengan membentuk unit layanan hoax di internal perusahaan tersebut. Unit ini, paparnya, akan bertugas untuk menelusuri informasi-informasi palsu yang tersebar dalam medsos yang dimiliki perusahaan tersebut.

Sehingga jika didapati hoax dalam medsos, unit ini dapat menghapusnya dalam jangka waktu tertentu. Hal ini disebutnya telah dijajaki oleh negara-negara Eropa, khusunya Jerman.

“Di Jerman, perusahaan medsos itu harus membuka unit layanan hoax. Kalau Facebook ada hoax, maka 1×24 jam harus dihapus. Kalau enggak dihapus akan ada denda. Tapi masih proposal,” rincinya.

Hal krusial lain yang tidak dapat diabaikan, lanjutnya, adalah aturan yang mewajibkan perusahaan medsos agar menjadi subyek hukum di Indonesia. Perusahaan ini, tidak dapat mengeruk keuntungan dari beroperasinya medsos tanpa adanya pertanggungjawaban yang jelas.

“Seharusnya Facebook atau Twitter itu jadi subyek hukum di Indonesia,” jelasnya.

(Reporter: Teuku Wildan A)

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan
Eka