Jakarta, Aktual.com – KPK memeriksa Direktur Utama PT Melati Technofo Indonesia (MTI) Fahmi Darmawansyah sebagai saksi kasus dugaan tindak pidana korupsi penerimaan suap terkait pengadaan alat monitoring satelit di Badan Keamanan Laut (Bakamla).
“Saudara FD (Fahmi Darmawansyah) sudah datang hari ini, penjadwalan ulang pemanggilan kemarin (22/12),” kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Jumat (23/12).
Fahmi dipanggil pada Kamis (22/12) namun ia tidak memenuhi panggilan dan meminta untuk dijadwalkan ulang menurut pengacaranya.
Fahmi dalam perkara ini juga merupakan tersangka. Menurut Febri, Fahmi pergi keluar negeri sebelum terjadi Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada 14 Desember 2016.
Dalam laman Majelis Ulama Indonesia (MUI), Fahmi juga tercatat sebagai bendahara dalam kepengurusan MUI hasil Munas 2015 untuk periode 2015-2020.
Kasus ini bermula dari Operasi Tangkap Tangan KPK pada Rabu (14/12) terhadap Deputi Bidang Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla merangkap Kuasa Pengguna Anggaran Edi Susilo Hadi, dan tiga orang pegawai PT Melati Technofo Indonesia Hardy Stefanus, Muhammad Adami Okta dan Danang Sri Radityo di dua tempat berbeda di Jakarta.
Eko diduga menerima Rp2 miliar sebagai bagian dari Rp15 miliar “commitment fee” yaitu 7,5 persen dari total anggaran alat monitoring satelit senilai Rp200 miliar.
Namun KPK baru menetapkan Eko sebagai tersangka penerima suap dan Hardy, Muhammad Adami Okta serta Fahmi sebagai tersangka pemberi suap sedangkan Danang hanya berstatus sebagai saksi.
Paket Pengadaan Monitoring Satelit Bakamla dengan nilai pagu paket Rp402,71 miliar sudah selesai lelang pada 9 Agustus 2016. Pemenang tender adapa PT Melati Technofo Indonesia yang terletak di Jalan Tebet Timur Dalam Raya Jakarta Selatan Peralatan tersebut rencananya akan ditempatkan di berbagai titik di Indonesia dan terintegrasi dengan seluruh stasiun yang dimiliki oleh Bakamla serta dapat diakses di Pusat Informasi Maritim (PIM) yang berada di kantor pusat Bakamla.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara
Arbie Marwan