Jakarta, Aktual.com — Aktifis LSM Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho mengaku enggan diperiksa penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri sebagai terlapor atas laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilaporkan Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita.
Kuasa hukum Emerson, Febrionesta mengatakan kedatangannya ke Bareskrim hanya memberikan surat rekomendasi dari Dewan Pers kepada Bareskrim Polri untuk menunda pemeriksaan karena sedang dilakukan proses pemeriksaan etik di Dewan Pers.
“Pemeriksaan sangat singkat, seputar identitas, profil keluarga, dan pekerjaan. Pemeriksaan belum menyentuh ke pokok persoalan. Karena klien kami belum bersedia memberikan jawaban sampai ada hasil final pemeriksaan dari Dewan Pers,” ujar Febrionesta di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Senin (27/7).
Dia pun mengapresiasi sikap penyidik yang menerima surat rekomendasi, dan melaksanakan penundaan pemeriksaan terhadap Emerson dan juga aktivis ICW lainnya yakni Adnan Topan Husodo.
“Kami mengapresiasi penyidik dan menghormati sikap penyidik yang menerima rekomendasi dari Dewan Pers,” kata Febrionesta.
Menurutnya, dalam surat yang diberikan juga dicantumkan hasil analisa sementara yang menyatakan tidak ditemukan adanya perbuatan pencemaran nama baik.
“Surat dari Dewan Pers menyatakan pihak mereka tidak menemukan adanya pencemaran nama baik, masalah ini masalah jurnalistik dan baiknya diselesaikan dalam kode etik jurnalistik dimana Dewan Pers merekomendasi pihak yang dirugikan bisa membuat hak jawab,” tutur Febri.
Untuk diketahui, Pakar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita melaporkan dua aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) dan mantan penasehat KPK, Said Zaenal Abidin Kamis 21 Mei 2015 lalu ke Bareskrim Polri atas dugaan pencemaran nama baik.
Romli mengatakan alasan dirinya melaporkan ketiga orang yang disebutnya karena ia merasa dirugikan atas pernyataan ketiga terlapor di sejumlah media massa. Selaku pelapor, Romli pun turut menyerahkan kliping tiga media massa yang mengutip pernyataan kedua terlapor yakni Kompas, Tempo, dan The Jakarta Post.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby