Bengkulu, Aktual.com – Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas II A Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu, Senin (30/10) siang, menerima pemindahan satu orang narapidana dalam kasus teror bom Kampung Melayu, Jakarta.

Kepala Lapas Klas II A Curup Ahmad Faedhoni, dalam keterangan persnya mengatakan terpidana kasus terorisme yang dipindahkan ini ialah Khumaedi alias Hamzah (26), yang di vonis majelis hakim PN Jakarta Barat selama lima tahun penjara, karena terlibat dalam rangkaian kasus teror bom Kampung Melayu 2016 lalu.

“Kami pada pukul 12.30 WIB tadi menerima pemindahan Napi teroris dari Mako Brimob Kelapa Dua Jakarta atas nama Khumaedi alias Hamzah, saat ini dia sudah menempati blok pengenalan lingkungan,” katanya.

Napi Khumaedi alias Hamzah tersebut tambah dia, tiba di Lapas Klas II A Curup dengan pengawalan tiga orang petugas kejaksaan agung dan dua orang petugas dari Densus 88 Mabes Polri serta satu orang dari Dirjend Pemasyarakatan.

Pemindahan napi ke daerah itu kata dia, merupakan bagian dari pemindahan 84 napi terorisme dalam program BPNT (badan nasional penanggulangan terorisme) yang dinamakan program deradikalisasi untuk mencegah eks terpidana teroris kembali melakukan hal yang sama.

Dengan adanya pemindahan napi teroris atas nama Khumaedi alias Hamzah itu, maka Lapas Klas II A Curup saat ini sudah menampung dua orang terpidana teroris, dimana pada 14 September 2017 lalu juga menerima pemindahan napi teroris atas nama Feri Nopendi (29) alias Koceng.

Khumaedi alias Hamzah yang berasal dari Pemalang, Jawa Tengah di vonis majelis hakim PN Jakarta Barat yang terlibat dalam kasus teror bom di Plaza Sarinah Jalan MH Thamrin Jakarta Pusat pada 14 Januari 2016 itu. Dimana sebelumnya ditahan di Mako Brimob Kelapa Dua Jakarta.

Terpidana teroris ini kata dia, setelah menjalani penahanan di blok masa pengenalan lingkungan (Mapenaling), nantinya setelah itu gabungkan dengan Feri Nopendi alias Koceng. Keduanya tidak ditempatkan di sel khusus, namun akan diupayakan membaur dengan napi lainnya.

“Meskipun digabungkan dengan napi lainnya, tetapi mereka tetap dalam pemantauan tim khusus yang berjumlah empat orang. Tim ini bertugas selain untuk pemantauan, pendampingan dan pembinaan, mengingat napi teroris tersebut termasuk napi dengan resiko tinggi,” ujar Ahmad Faedhoni.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: