Jakarta, Aktual.com — Fahmi Zulfikar, tersangka kasus korupsi pengadaan uninterruptible power supply (UPS), menyambangi Mabes Polri, Jakarta, Selasa (29/2).
Kedatangannya guna memenuhi panggilan penyidik untuk diperiksa terkait kasus yang menjeratnya.
“Saya mendampingi Pak Fahmi (Zulfikar). Ada juga diperiksa Pak Firman (Firmansyah) dan Pak Sani (Triwisaksana),” kata pengacara Fahmi, Ilal Ferhard di Bareskrim Polri.
Menurut dia, kliennya yang menjabat sebagai Anggota Komisi E Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jakarta diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Firman. Begitu pula sebaliknya, Firman diperiksa sebagai saksi untuk Fahmi.
Ilal bersikeras kliennya tidak bersalah dalam kasus ini. “Kalau memang penyidik mempunyai dua alat bukti, yang mana?,” ujarnya.
Dia menjelaskan, pada 22 September 2014 Kementerian Dalam Negeri mengirimkan hasil revisi anggaran pendapatan belanja daerah-perubahan (APBD-P) kepada Pemerintah Provinsi.
Seharusnya, hasil revisi itu ditindaklanjuti dalam waktu paling lama tujuh hari. “Kalau tidak ada jawaban artinya APBD-P tidak ada, kembali ke APBD,” kata Ilal.
Pemerintah Provinsi, kata dia, baru menyurati DPRD pada 21 Oktober. Surat itu dibalas oleh Ketua DPRD Prasetyo Edi Marsudi tiga hari setelahnya. “Di situ sama sekali tidak dievaluasikan UPS. Yang ada Sumber Waras dan 3D Scanner,” ucap Ilal.
Karena itu, sambungnya, tidak jelas apakah UPS itu diadakan di APBD atau APBD-P. “Penyidik bilang di APBD-P, tapi kalaupun ada di situ, seharusnya APBD-P itu tidak boleh dipakai,” ungkapnya.
Dia menduga kuat ada keterlibatan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dan Prasetyo dalam kasus ini. “Indikasi keterlibatan Pak Gubernur dan Ketua Dewan cukup kuat, kenapa kok disahkan?” kata dia.
Sementara itu, menurutnya, Fahmi tidak mengetahui sama sekali tidak mengetahui soal pengadaan UPS tersebut. Menurutnya, hal tersebut hanya diketahui pimpinan DPRD.
Fahmi dan Firman, ditetapkan tersangka dalam pengembangan dari penyidikan yang lebih dulu menjerat bekas Kepala Seksi Sarana, dan Prasaran Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta Barat, Alex Usman dan bekas pejabat dengan peran yang sama di Jakarta Pusat, Zaenal Soleman.
Sementara dari pihak perusahaan rekanan, penyidik telah menjerat Harry Lo selaku bos PT Offistarindo Adhiprima.
Wakil Direktur Tindak Pidana Korupsi Bareskrim Komisaris Besar Erwanto Kurniadi mengatakan kerugian negara atas korupsi ini bisa mencapai Rp160 miliar.
“Kerugian keuangan negara di Dikmen Jakbar lebih kurang Rp81 miliar dan di Dikmen Jakpus lebih kurang Rp78 miliar,” kata Erwanto.
Dia mengatakan hingga kini penyidik masih melengkapi berkas perkara para tersangka. Baru Alex yang proses hukumnya sudah sampai ke tahap persidangan.
Artikel ini ditulis oleh:
Nebby