Kepala Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) IX Maluku-Maluku Utara Amran HI Mustary (kanan) menghidar dari wartawan seusai diperiksa sebagai tersangka dalam kasus suap proyek program aspirasi DPR di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (4/5). Amran ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menyuap anggota Komisi V DPR Damayanti Wisnu Putranti sebesar Rp4,28 miliar guna meloloskan proyek program aspirasi DPR yang disalurkan untuk proyek pembangunan atau rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara. ANTARA FOTO/Yudhi Mahatma/kye/16

Jakarta, Aktual.com – PDI-P, baik secara partai maupun fraksi di DPR RI, ternyata pihak yang merekomendasikan Amran H Mustary menjadi Kepala Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) IX wilayah Maluku dan Maluku Utara pada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

Hal ini terungkap dari kesaksian politikus PDI-P, Rudy Erawan, yang kini menjabat sebagai Bupati Halmahera Timur, ketika menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 2016 lalu.

Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP), Rudy memang cukup detil menjelaskan bagaimana proses rekomendasi Amran menjadi Kepala BPJN IX. Yang dimulai dengan sebuah pertemuan antara Rudy; Sekretaris DPD PDI-P Provinsi Malut, Ikram Haris; dan Irman Djumadil, pria yang pernah menjabat sebagai Ketua DPW PAN di Malut.

Dimana, dalam pertemuan yang terjadi sekitar awal 2015 itu, Amran ditemani dengan Ikram dan Irman meminta tolong agar Rudy bisa berbicara dengan pihak PDI-P, baik itu di DPP maupun di DPR, untuk merekomendasikan Amran menjadi Kepala BPJN IX.

“Baru saya kenal dengan pak Amran, di awal 2015, karena dikenalkan oleh Sekretaris DPD PDI-P Provinsi Malut. Waktu itu, awal 2015, pak Amran, pak Ikram dan pak Irman beberapa kali menemui saya, meminta tolong agar pak Amran direkomendasikan ke PDI-P melalui Fraksi PDI-P di DPR dan DPP PDI-P untuk menjadi Kepala BPJN IX,” papar Rudy dalam BAP-nya, ditulis Rabu (18/1).

Di depan penyidik KPK, Rudy mengakui bahwa ia menyanggupi dan akan berbicara dengan petinggi PDI-P di DPR dan di DPP ihwal perekomendasian Amran menjadi Kepala PBJN IX. Alasannya kepada penyidik, lantaran ia meyakini kalau Amran dapat mengartikulasikan kebutuhan infrastruktur masyarakat Malut.

“Waktu itu saya berpikir karena pak Amran asli orang Maluku Utara, bisa melihat dan peduli kebutuhan pembangunan di Provinsi Malut. Selain itu, saya berharap agar pembangunan jalan dan jembatan di Halmahera Timur bisa lebih diperhatikan,” dalih Rudy.

Lebih jauh dibeberkan Rudy dalam BAP. Hingga suatu ketika, sekitar Januari 2015, Rudy bertemu dengan Sekretaris Jenderal DPP PDI-P, Hasto Kristiyanto dan Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR, Bambang Wuryanto.

Dalam pertemuan yang tidak dirinci oleh Rudy, secara bersamaan atau tidak, dia menyampaikan rekomendasi ke Hasto dan Bambang, untuk memplot Amran sebagai Kepala BPJN IX.

“Atas permintaan pak Amran dan kawan-kawannya tersebut, maka dalam satu atau dua kesempatan di Jakarta, Januari 2015, saya sampaikan, baik ke pak Bambang Wuryanto dan ke pak Hasto Kristiyanto, agar dapat merekomendasikan pak Amran sebagai Kepala BPJN IX,” jelasnya.

“Saya sampaikan ke pak Bambang dan pak Hasto, bahwa pak Amran ini punya kemampuan dan pengalaman di bidang teknik sipil dan selama ini tidak pernah Kepala BPJN IX dijabat oleh putra Maluku Utara,” imbuh Rudy.

Diakuinya, Hasto dan Bambang pun memberikan sinyal positif. Keduanya, sambung Rudy, setuju untuk merekomendasikan Amran sebagai Kepala BPJN IX.

“Tanggapan pak Bambang dan pak Hasto adalah akan coba dibantu, selama orangnya memang bisa kerja untuk membangun Maluku Utara,” terangnya.

Rudy mengakui bahwa ia yakin kalau Amran bisa menjadi Kepala BPJN IX. Sebabnya, lantaran PDI-P punya ‘kedekatan’ dengan Kementerian PUPR.

“Saya sampaikan permintaan soal pak Amran ke pak Bambang adalah karena saya menganggap Fraksi PDI-P punya hubungan dengan Kementerian PUPR lewat Komisi V. Sehingga, siapa tahu bisa direkomendasikan,” ucap Rudy.

Sementara itu, terkait pembicaraan soal rekomendasi Amran ke Hasto, klaim Rudy hanya sebatas etika dan kesopanan dalam berpolitik, lantaran ia juga tercatat sebagai politikus PDI-P.

Alhasil, sekitar Juni 2015, Amran resmi dilantik sebagai Kepala BPJN IX untuk wilayah Maluku dan Malut.

Terkait rekomendasi Amran ini juga menjadi skandal. Irman yang diperiksa KPK pada 30 Maret 2016 lalu mengakui pernah menyetor uang Rp 6,5 miliar kepada Rudy. Uang tersebut merupakan tanda terima kasih Amran kepada Rudy, sebab telah berjasa menjadikan Amran sebagai Kepala BPJN.

Kata Imran, uang itu diberikan kepada Rudy dan disaksikan oleh Amran di Delta Spa Pondok Indah, Jakarta Selatan, dengan beberapa tahap. Pertama, awal Juni 2015 sebesar Rp 3 miliar, kedua Agustus Rp 2,5 miliar dan terakhir September 2015 Rp 200 juta. Penyidik KPK pun telah mengantongi Closed-circuit television (CCTV) yang ada di lokasi tempat penyerahan uang.

Amran sendiri saat ini menyandang status terdakwa kasus suap penempatan program aspirasi Komisi V DPR. Ia diduga menerima sejumlah suap dari beberapa kontraktor di Maluku dan Malukut Utara.

Selain itu, Amran juga disinyalir menjadi ‘calo’ program aspirasi beberapa anggota Komisi V, yang salah satunya berasal dari Fraksi PDI-P, Damayanti Wisnu Putranti.

Laporan: M Zhacky Kusumo

Artikel ini ditulis oleh:

Nebby