Jakarta, Aktual.com – Komisi Pemberantasan Korupsi melimpahkan proses penyidikan ke tahap penuntutan terhadap dua tersangka kasus indikasi suap terkait perkara perdata di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
“Hari ini dilakukan pelimpahan tahap II terhadap Yunus Nafik dan Akhmad Zaini dalam kasus indikasi suap terkait perkara perdata di PN Jaksel,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah di Jakarta, Kamis (19/10).
Febri menyatakan bahwa dalam waktu dekat dua tersangka itu akan segera disidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Dalam perkara ini, KPK menetapkan panitera pengganti PN Jaksel Tarmizi selaku tersangka penerima suap sebesar Rp425 juta dari Akhmad Zaini sebagai kuasa hukum PT Aquamarine Divindo Inspection (ADI) dan Dirut PT ADI Yunus Nafik sebagai tersangka pemberi suap. Suap diberikan agar gugatan PY Eastern Jason Fabrication Service Pte Ltd terhadap PT ADI ditolak.
Uang tersebut diberikan melalui transfer secara bertahap yaitu 22 Juni 2017 senilai Rp25 juta, pada 16 Agustus 2017 sebesar Rp100 juta dengan menyamarkan keterangan sebagai “DP pembayaran tanah” dan pada 21 Agustus 2017 senilai Rp300 juta dengan keterangan “pelunasan pembelian tanah”.
Saat transfer terakhir pada 21 Agustus 2017, bersamaan dengan waktu putusan gugatan wanprestasi, tim KPK mengamankan Akhmad Zaini dan Tarmizi di sekitar PN Jaksel.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Akhmad Zaini dan Yunus Nafik disangkakan melanggar pasal 5 ayat 1 huruf atau huruf b atau pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo 64 kuhp jo pasal 55 ayat-1 ke-1 KUHP.
Pasal itu yang mengatur mengenai orang yang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman hukuman minimal 1 tahun penjara dan maksimal 5 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Sedangkan sebagai pihak yang diduga penerima, Tarmizi disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau pasal 12 huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 yang diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal itu mengatur mengenai pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya dengan hukuman minimal 4 tahun penjara dan maksimal 20 tahun penjara dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: